Mohon tunggu...
Adhye Panritalopi
Adhye Panritalopi Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Fak. Hukum Univ. Hasanuddin Makassar#Penyair dari Komunitas Halte Kayu Makassar#Penulis tetap di www.negarahukum.com# "AKAN ada banyak "WARNA" sebagi pilihan, tapi seorang SARJANA HUKUM harus berani menerima "HITAM dan PUTIH" sebaggi REALITA" ___Twitter @adhyjudo__FB: Adhye Panrita Lopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jazirah Luka

4 Oktober 2016   06:05 Diperbarui: 4 Oktober 2016   15:55 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jazirah luka, sebuah negeri yang kelihatan makmur. Letaknya tak jauh, tak sejauh langkah wanita pelacur, tetapi aku lebih suka menyebutnya tanah lacur. 

Di sana, kau akan temukan malu terjemur, baunya kencur, menjamur, bak sumur yang sudah berumur, uzur, tak terukur, tak jua hancur, luntur, membuat liur terkubur, akibat ribuan kepentingan membujur.

Jazirah luka, disanalah seduh-sedan menggema. Dunia menyaksikannya itu secara seksama. Permusuhan dan kebencian lahir dari mulut para ulama, tokoh-tokoh ternama, yang mengaku beragama, secara bersama, terus menanam sedih pada sesama, seakan mereka lupa bulan sebentar lagi jadi purnama.

Jazirah luka, di negeri ini celana mulai meninggi, baju-baju tak lagi menutupi puting asi, seakan bukan barang basi, terus menjadi sensai, mengundang nafsu pria berdasi, yang di penuhi ambisi, yang miskin dedikasi, dengan mulut yang nyaris bau terasi.

Jazirah luka, disini anak-anak lahir dari ketuban kemiskinan, karena mahalnya sandang-pangan, dari kota sampai pedalaman, dari ilmu sampai pengetahuan, jarang ada uluran tangan, yang ada hanyalah kepentingan, segala keinginan, dari berbagai golongan, demi keuntungan, demi kejayaan, seakan menggambarkan merekalah orang-orang yang tak berketuhanan.

Oh Jazirah luka, kenapa kau biarkan mereka mengungsi dari kampung sendiri, yang kau kebiri, membuatnya menyendiri, hidup tak mandiri, di tengah air mata yang membajiri?.

Oh Jazirah luka, dimanakah nasib mereka berujung, anak-anak tanjung, yang datang dari semenanjung, pembawa harapan agung, dengan dada membusung, namun hendak kau pasung?.

Oh Jazirah luka, masihkah kau Indonesiaku?!?

 

*** APL - Negeri Para Daeng, Oktober 2016 ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun