ribuan gelisah tumpah
memenuhi ruas-ruas jalan raya
membanjiri halaman-halaman gedung mega
merembes ke pelataran rumah kediaman raja-raja
tumpah !
di atas kereta, di atas bus, di atas angkot, diatas perahu
:di atas apa lagi?
mengapa kau hanya diam saling memandang?
tidakkah kau ingin membersihkan gelisah itu?
serupa kotoran,
bukankah gelisah itu sudah mengotori ruang-ruang dalam lakumu?
apa guna,
apa guna buku-buku ilmiah yang selama ini sering kau baca?
apakah buku-buku ilmiah itu hanya akan jadi saksi kebisuanmu?
dari bibir yang selalu gemetar
dari telinga yang selalu menguping
adakah lagu yang masih kau kenang?
atau kau sendiri lupa lagu yang pernah kau cipta?
:aku bahkan masih mengingat lagu apa yang terakhir kau nyanyikan
ah, perlahan matahari kau sembunyikan di kaki senja
kau sembunyikan ia dari tatapan bocah-bocah penjual korek
:hei, aku ini termasuk bocah penjual korek
(teriakanku melengking dari mulutku yang kotor. mulut yang kotor, teramat kotor. setelah itu, ku tatap senja yang baru saja gugur. senja yang gugur, menjelma nyala sebelum ia sampai ke tanah. aku melihat nyala, ya ... nyala, ada yang menyala. ada api di dalam benak pemuda-pemuda seusiaku yang menyala-nyala)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H