Ini bukan hanya soal perang kenangan. Bukan pula soal cinta naif sebatas syair. Hari ini aku ingin memintal waktu. Menuai ingatan tentang laku-laku. Memilah cerita demi seikat rindu padanya. Seiring peringatan akan hari lahirnya.
Di ruang yang tertata rapi ini, menafsirkan kisah dan sifatnya adalah kehendak. Kepada siapa saja. Agar laku dan tingkahnya menjadi cerminan:
Bukankah di hati ini ia tlah menjelma kisah indah masa lalu?.
Banyak hati yang tlah mengikatnya. Mengikat kisah dan keteladanan hidupnya. Bersama jarak dan waktu. Termasuk jua hatiku. Tak ada busuk riuh untuknya. Tak pula ada jarak yang sanggup mengaburkan indah sifatnya. Sempurnahlah kisahnya.
Di dasar rasa ini aku tlah banyak menangkap hikmah dari tiap kisahnya. Aku percaya zaman ini jadi penanda. Barangkali juga pemakluman atas rindu ini padanya:
Bukankah ia tlah mengajarkan kita agar tak mudah putus ingatan tentangnya?
Izinkan. Izinkan pula aku menyimpan ini dalam balutan keyakinan. Jauh dari ruang ketidak pastian di sana. Ruang dimana hening kita jadikan sarang amuk. Hingga lahirlah di antara kita bengis. Di negeri ini. Memberi kecamuk:
Lupahkah kita pada kilaunya?
Sesuai janji-Nya. Sungguh, aku harap kelak waktu mempertemukan kita di tempat yang sama dengannya. Itulah doaku. Boleh jadi ini kejutan. Bagiku. Itulah hari yang paling kunanti setelah keentahan ini:
Bagaimana denganmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H