Tidak. Sungguh aku tak ingin mengenali rindu darimu. Apa lagi cinta. Aku juga tak punya banyak waktu belajar darimu. Apalagi hanya untuk belajar merebus air mata. Belajar menertawai diri hanya demi melepas dahaga atas kuasa. Hingga kau atau aku yang memastikan atas kuasa dengan segala pujian.
Oh ia, agar kau tahu, di antara ribuan pujian mereka hari ini untukmu aku menyelipkan seikat kecaman. Ya, aku mengecammu kerena aku yakin suatu saat nanti kau pun akan jatuh seperti daun. Kau akan luruh ke tempat di mana pujian itu berasal.
Semoga setelah ini kita bisa bertemu, di sana, di sebuah ruang tunggu, sebagai tunas harapan bangsa. Bukankah di sini segala mahluk tak pernah benar-benar adil memberi pujian?
Â
~ APL - negeri para daeng, 10/12/2016 ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H