Mohon tunggu...
Adhye Panritalopi
Adhye Panritalopi Mohon Tunggu... profesional -

Alumni Fak. Hukum Univ. Hasanuddin Makassar#Penyair dari Komunitas Halte Kayu Makassar#Penulis tetap di www.negarahukum.com# "AKAN ada banyak "WARNA" sebagi pilihan, tapi seorang SARJANA HUKUM harus berani menerima "HITAM dan PUTIH" sebaggi REALITA" ___Twitter @adhyjudo__FB: Adhye Panrita Lopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Bukan Petani Biasa

20 Januari 2014   19:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:38 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_317167" align="aligncenter" width="619" caption="Ilustrasi/Admin (Kompas.com)"][/caption] **ah, ada yang lupa ku ceritakan pada senja kami ini hanyalah seorang petani penggarap lahan pinjaman dari kaum borjuis mengharap untung dari se biji jagung yang kami tanam di saat hujan datang menyambangi tempat tinggal kami ah, ada yang lupa ku ceritakan pada senja kami ini hanyalah seorang petani yang kerjanya hanya menanam benih-benih makna dari benih itu, kami harap 'kan tumbuh pohon-pohon peradaban dan dari pohon itu, kami bisa memetik ribuan buah puisi :aku dan merekaberharap suatu saat  nanti dikenang sebagai petani ulung kompasiana ini sebagai kebun kami tempat kami menanam benih-benih imajinasi liar kami jadikan kata sebagai cangkul untuk menggarap lahan pertanian ini lalu kalimat-kalimat indah inikami jadikan sebagai sungai yang akan terus mengairi tanaman kami dan tiba pada saatnya, ribuan puisi menjadi buah yang akan kami panen :aku dan mereka berharap di kenal sebagai petani sastra ah, ada yang lupa ku ceritakan pada senja bahwa kami ini hanyalah seorang petani yang berharap akan betah bercocok tanam di tempat ini di kompasiana  ini,sebagai kebun tempat kami bertani ah, ada yang lupa ku ceritakan pada senja kalau kami ini petani yang serba kesusahan kini kami sulit menemukan pupuk untuk tanaman kamibegitu juga dengan petani lain di sekitar kami yang membuat kami dan mereka mulai memikirkan migran ke kota selain karena kelangkaan pupuk di tempat kami perilaku yang tak bersahabat dari kaum borjuis membuat kami jadi kewalahan sebagai seorang petani oh tuan di raja penguasa lahan apakah ini akan menjadi akhir dari cerita kami ? lalu bagaimana dengan benih-benih imajinasi yang belum sempat kami tanam? begitu juga dengan buah-buah makna puisi yang belum sempat kami panen?adakah kau disana mengetahui nasib kami disini sebagai petani? oh tuan di raja penguasa lahan biarkan kami hidup di bawah panji-panji kebebasan imajinasibukankah kini seharusnya jadi era kebangkitan para petani_ :kami bukan petani biasa ! [caption id="attachment_317166" align="aligncenter" width="300" caption="(Ilustrasi: phesolo.wordpress.com)"]

1390246981306451698
1390246981306451698
[/caption] _______________________________* Ini ditulis sebagai bentuk protes kepada Admin Kompasiana yang tidak menghargai PUISI PENDEK sebagai suatu bentuk karya sastra. Dengan tindakan admin menghapus PUISI PENDEK jelas menunjukkan admin tidak pro terhadap kebangkitan dan perkembangan dunia sastra. *
1390219794606522754
1390219794606522754

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun