Mohon tunggu...
Adhyatnika Geusan Ulun
Adhyatnika Geusan Ulun Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Editor, Motivator dan Da'i

Be Yourself !

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ide Kemandirian Kartini

28 Februari 2015   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:21 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Setiap memasuki bulan April, bangsa Indonesia kembali diingatkan akan tokoh fenomenal  yang telah menjadikan wanita tak lagi dipandang sebelah mata. Seorang tokoh yang telah secara langsung maupun tidak langsung mengangkat harkat dan martabat kaumnya. Bahkan namanya melebihi harumnya prestasi kontes Putri Indonesia sekalipun.

Raden Ajeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879 di Jepara, seorang putri keluarga bangsawan yang taat pada adat istiadat. Hobi membacanya  membuat beliau sanggup berfikir jauh melebihi kemampuan kritisnya tokoh-tokoh pergerakan pada zamannya. Dari kegemarannya tersebut  menimbulkan obsesi  untuk memajukan kaum wanita di Indonesia yang pada masa kolonial tertindas oleh suatu keadaan, diskriminatif dan sama sekali tidak memiliki ruang gerak yang bebas, jangankan untuk mengeksplorasi ide, berkarya, lari dari kebodohan dan terlepas dari diskriminasi yang telah membudayapun seperti hal yang tidak mungkin.

Sejatinya cita-cita Kartini, tidak bisa dilepaskan dengan ide kemandirian  atau  entrepreneurship. Saat ini, bisnis dan berbagai macam dunia usaha bukanlah menjadi dominasi kaum Adam,  namun   menjadi trend bagi kaum wanita. Sekarang jumlah wanita yang terjun di dunia wirausaha tidaklah sedikit. Bahkan tidak jarang di berbagai sektor, baik swasta maupun pemerintahan, wanita banyak memegang peranan penting sebagai pimpinan. Kartini telah merintis pendidikan kemandirian. Hal ini dapat dibuktikan dari hampir semua tulisan Ibu Kartini yang termuat di dalam kumpulan surat-suratnya yang dibukukan dengan judul  Door Duisternis Tot Licht, di mana hampir setiap halaman surat-suratnya penuh dengan kata-kata tentang  perlunya pengembangan dan pembentukan watak di atas pendidikan otak. Menurut Kartini, manusia akan lebih mampu untuk berdiri sendiri, tidak bergantung dari kerabat dan dari siapapun melalui pengembangan watak sejak dini. Sebagaian besar tulisannya menekankan tentang  perlunya kepercayaan pada diri sendiri. Buku dengan judul Letters of A Javanese Princess, yang berisi kumpulan surat Kartini, yang disusun oleh Charles Scribner Sons (1921), benar-benar inspiratif.  Penerjemahnya, Agnes Louise Symmers, menyebutkan bahwa Kartini dalam perjuangannya menyadari bahwa The freedom of women could only come through economic independence (kebebasan wanita hanya bisa datang dari kebebasan ekonomi).

Oleh karena itu, perjuangan Kartini bukan hanya untuk kaum wanita saja, tetapi universal. Walaupun usia beliau relatif singakat, tapi beliau berhasil menyajikan karya tulis sebanyak kurang lebih 450 halaman, kandungan kata-kata dengan arti yang sarat dengan makna, terasa sangat dalam, tegas, dan inspiratif. Ditegaskan bahwa kemampuan berwirausaha bisa kita ukur dengan skala minat dan keinginan dalam berkraya, meskipun skala tersebut tidak mutlak kebenarannya, akan tetapi setidaknya bisa menjadi tolak ukur sejauh mana minat usaha kita, atau minat kita dalam berwirausaha.

Pada saat ini, ketika diskrimasi terhadap kaum wanita sudah tidak ada, timbulah pertanyaan tentang masihkah kaum wanita di indonesia menggali kembali ide-ide brilian Kartini?  Buku  “Habis Gelap Terbitlah Terang” yang ditulis di tengah keprihatinan Kartini akan nasib kaumnya, benar-benar bukan hanya sekedar kumpulan slogan, atau harapan persamaan hak dan kesetaraan gender belaka. Dari tulisan Kartini tersebut tersirat bahwa siapapun akan selalu memiliki harapan untuk mencapai cita-cita. Dengan kata lain, untuk dapat  melangkah lebih jauh, berkarya lebih bebas, bergerak lebih luas,  segala apapun yang dilakukan saat ini akan merubah  masa depan kita. Dan kemandirian adalah salah satu cita-citanya yang abadi dari seorang Kartini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun