Aprilia Apsari duduk di sebuah sudut cafe siang hari itu. Ia baru saja selesai membetulkan make- up nya. Ia tampak anggun, sama seperti foto - fotonya yang sering muncul di majalah musik. Agak ragu saya menyapanya,
"Maaf saya terlambat"
"Oh nggak kok, tadi saya memang sengaja datang lebih cepat."
Sari bersama teman - teman kampusnya membentuk sebuah band yang bernama White Shoes And The Couples Company. Bagi anak muda dari generasi saya, White Shoes adalah epitome sebuah generasi muda yang membuat jalan mereka sendiri. White Shoes dan band - band segenerasinya menghasilkan sebuah gelombang dimana, mungkin untuk sesaat, musik Indonesia bisa menjadi raja di negeri sendiri.
Siang itu saya bertemu dengan Sari untuk sebuah proyek dokumenter musik yang berjudul 'Terekam'. Banyak yang ia ceritakan tentang perjalanan musiknya: bagaimana ini semua dimulai, mengapa ia menjalani jalur ini, tantangan yang ia hadapi, sampai iseng saya bertanya,
"Hal paling menarik apa yang terjadi selama bermain di atas panggung?"
Sejenak ia mengingat.
Sekitar tahun 2008, White Shoes mendapat undangan untuk bermain di South by Southwest Festival (SXSW) di Austin, Texas. Usai turun panggung, ketika sedang bercengkrama dengan penonton, muncul sebuah pertanyaan:
"Di Indonesia ada playstation?
Pernah suatu kali saya melewati perlintasan kereta, tahun 2005 kalau tak salah. Anak - anak muda dengan kaos warna warni, celana ketat motif tartan, dan kacamata hitam bingkai putih merangsak sampai ke atas kereta. Kacau. Dari gaya berpakaian mereka, saya berani bertaruh, mereka adalah Modern Darling. Sebutan khas para penggemar The Upstairs, band New Wave Jakarta yang juga teman sekampus White Shoes.