Aku mahasiswa universitas jember, kuliah di fakultas ilmu sosial dan politik, program studi administrasi negara, angkatan 2010. Sudah 8 semester aku tinggal dan menetap di kampus fisip unej tercinta ini. Masih segar rasanya ingatanku ketika pertama kali masuk di halaman kampusku. Menjadi orang paling asing di lingkungan kampus. Teman pun yang aku kenal hanya dapat di hitung dengan jari. Aku yang dulu terkenal wahh ketika di SMA seakan menjadi orang paling cupu di lingkungan baruku, kampus fisip unej.
Seakan ingin menjadi wahhhh lagi, aku membuat sensasi, membuat orang lain agar diriku menjadi pusat perhatian, agar mendapatkan teman sebanyak mungkin. Ketika pertama masuk di kampus, kebetulan waktu itu dalam masa bulan puasa. Bukannya berpuasa, aku malah santai dengan enaknya makan permen karet di depan umum, bersama teman seperjuanganku dari SMA. Tak sampai disitu semata, aku pun langsung memutuskan ikut lomba debat antar jurusan se-fisip. Padahal kalau berbicara intelektual, berbicara pemikiran, aku pun tak tau waktu itu, program studiku ini nanti mau ngapain kalau mendapat gelar sarjana. Satu hal yang ada di benak fikiranku, yang penting ikut dulu, terkenal, dikenal, dan banyak teman.
Semester satu, dua, tiga, empat, lima, enam. 6 semester aku banyak belajar di kampus. 6 semester aku mendapatkan banyak teman, banyak pengalaman, banyak gebetan juga. Seakan aku merasa sangat beruntung ketika pertama kali masuk di kampusku, aku mencoba hal yang bisa dibilang memalukan. 6 semester aku lalui dengan serba serbi dunia perkuliahan. Telat masuk kelas, bangun kesiangan, titip absen yang entah berapa kali jumlahnya aku sampai lupa, dikasih materi dosen yang hanya menjadi pemenuh kapasitas flashdisku, dikejar-kejar deadline tugas dari dosen, sampai ketiduran di dalam kelas dan yang membangunkanku adalah dosenku sendiri. Serba-serbi itu ketika itu semuanya terasa sangat melelahkan bagiku. Sangat menyebalkan bahkan. Tapi beruntung bagiku, IPK tak pernah anjlok sampai dibawah. Ya, meskipun aku pun tau memang mencari nilai di kampusku tak sesulit mencari jodoh di kampusku (juga).
Menginjak semester 7 aku mulai merasakan yang dinamakan jenuh akan masa perkuliahan. Jenuh akan suasana kampus tapi tak pernah jenuh dengan suasana kantinnya. Selama 1 semester aku kuliah sangat jarang, lebih sering ke tempat nongkrong daripada ke tempat menimba ilmu. Semester 7 juga aku mulai menempuh skripsi. Disini, ini, dan itulah yang mulai membuatku sadar bahwa kuliah paling asik bukan di akhir masa-masa kuliahnya, tapi di awal-awal kuliah. Semester 7 pun ketika itu hampir menuju kata habis. Aku pun mulai merindukan tugas, merindukan kemarahan dosen-dosenku, merindukan duduk di bangku kuliah/ruang kelas.
Semester 8 pun datang. Semester yang katanya orang sudah uzur, sudah waktunya mahasiswa itu keluar dari kampus dan masuk ke ruang pekerjaan. Tapi, tak semudah itu. Skripsi, atau tugas akhir mahasiswa itu tak semudah itu. Semester 8 ini adalah semester dimana aku sangat rindu rindu rindu hal-hal yang dulu pernah aku jalani, dan dulu pernah membuatku tak nyaman. Dan itu tak akan pernah aku rasakan lagi. Bagaimana aku mau merasakannya lagi? Tak mungkin. Semester 8 itu bagi mahasiswa bukan lagi waktunya duduk di ruang kelas, tapi duduk di ruang sidang, sampai ruang kerjanya (nanti). Semester 8 itu bagi mahasiswa bukan lagi waktunya mengerjakan tugas dari dosen, tapi sudah waktunya mengerjakan skripsi, iya sama tugas juga tapi tugas akhir.
Aku rasa, aku rindu akan hal yang dulu pernah aku benci. Kalau katanya penikmat asmara, rindu kekasih yang sudah kau buang begitu saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H