Mohon tunggu...
Adhitya Naufal Rizanta
Adhitya Naufal Rizanta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Telkom University, Jurusan S1 Ilmu Komunikasi 2022

NIM: 1502220027 Kelas: KM-46-05

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Arca Nenek Moyang: Salah Satu Peninggalan Tradisi Megalitik

15 November 2023   04:28 Diperbarui: 15 November 2023   13:38 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
© Maritza Hylmi 2023

Pendahuluan 

Peninggalan sejarah nenek moyang manusia yang berupa kebudayaan megalitik yang banyak ditemukan di wilayah Indonesia merupakan salah satu peninggalan zaman nirleka atau zaman di mana manusia belum mengenal huruf. Peninggalan sejarah zaman nirleka tersebut dinilai membawa suatu konsep di mana manusia belum mengenal bangunan berdasarkan besar kecilnya ukuran, namun berfokus pada bangunan yang berbentuk tugu atau tempat yang digunakan untuk memuja nenek moyang atau leluhur mereka. Hal tersebut merupakan karakteristik atau ciri-ciri kehidupan masyarakat yang hidup di zaman megalitik. Oleh sebab itu, pengetahuan, objek peninggalan sejarah dan persebaran kebudayaan megalitik yang ada di wilayah Indonesia merupakan elemen kebudayaan yang khas dan sangat menarik untuk dipelajari karena peninggalan sejarah zaman megalitik merupakan suatu fenomena yang berkaitan dengan keajaiban dunia.

Peninggalan tradisi dan objek bersejarah yang berkaitan dengan tradisi megalitik sendiri adalah bentuk peninggalan nenek moyang atau leluhur yang diwariskan pada generasi muda atau masyarakat modern masa kini. Sebab, peninggalan sejarah tradisi megalitik tersebut memiliki nilai penting untuk diwariskan dan dilestarikan kepada generasi selanjutnya di mana peninggalan nenek moyang zaman purbakala ini mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang dapat digunakan kaum muda untuk memajukan kebudayaan nasional. Dalam poin ini, bangunan-bangunan atau objek peninggalan kebudayaan dan bangunan-bangunan megalitik berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat terhadap roh-roh nenek moyang dan roh para leluhur yang memiliki pengaruh besar terhdap kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanah pertanian (Sutaba, 2020).

Akan tetapi, globalisasi dan perkembangan teknologi mempengaruhi minat, pergeseran budaya dan kesadaran diri generasi muda akan pentingnya memahami, melestarikan maupun menjaga warisan nenek moyang atau leluhur yang berkaitan dengan tradisi megalitik ini. Oleh karena itu, pemerintah, masyarakat dan generasi muda harus bergotong royong dan berkolaborasi untuk menjaga eksistensi peninggalan kebudayaan tersebut. Salah satu peninggalan tradisi dan kebudayaan megalitik yang terus dijaga dan digunakan saat ini adalah arca nenek moyang, di mana arca nenek moyang merupakan peninggalan budaya megalitikum yang menjadi cagar budaya serta dilindungi oleh pemerintah Indonesia.

Pembahasan

Zaman Megalitikum atau zaman batu besar merupakan salah satu periode yang termasuk dalam proses evolusi peradabaan manusia sebelum masyarakat mengenal huruf dan masih memiliki budaya dan kepercayaan kepada roh-roh nenek moyang yang sangat kental. Zaman megalitik memiliki karakteristik yang berupa kebudayaan penggunaan batu-batuan besar, contohnya penggunaan menhir, dolmen, kubur peti batu, arca nenek moyang, waruga, sarkofagus, dan punden berundak Wagner (1962) dalam (Triaristina et. al, 2023). Karakteristik yang paling menonjol pada zaman tersebut adalah penggunaan batu-batu besar sebagai media penyembahan roh nenek moyang yang sudah meninggal sebagai upacara keagamaan yang difungsikan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat dan kesuburan tanah pertanian pada zaman tersebut (Wikipedia, 2022). Kebudayaan atau tradisi megalitik di Indonesia dimulai pada zaman neolitik di mana tradisi tersebut mempengaruhi bentuk kebudayaan batu raksasa di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Pulau Nias (Sumatera), Suma dan Flores (Nusa Tenggara), Bali, dan Toraja (Sulawesi). Salah satu media pemujaan roh nenek moyang dan upacara keagamaan yang masih digunakan hingga sekarang adalah arca nenek moyang. Secara umum, arca nenek moyang berfungsi sebagai media pemujaan roh-roh para leluhur, upacara keagamaan maupun upacara penguburan pada zaman megalitik yang terjadi sekitar 3500-1000 SM.

Arca nenek moyang juga diartikan sebagai personifikasi atau pemaknaan simbolik nenek moyang atau warisan leluhur yang terbuat dari batu andesit yang berwarna abu-abu kecoklatan dan berbentuk menyerupai orang dengan posisi duduk seperti menyembah. Meseum Kemdikbud mendeskripsikan arca nenek moyang memiliki bentuk mata bulat atau terpejam, hidung lebar, mulut berkatub dan bibir tebal (Triaristina et. al, 2023). Akan tetapi, personifikasi arca nenek moyang yang digunakan oleh masyarakat sebagai tradisi megalitik memiliki bentuk dan rupa yang beragam. Selain itu, masyarakat juga beranggapan bahwa arca nenek moyang yang berbentuk manusia juga merupakan hasil dari peninggalan sejarah yang merupakan wujud dari penggambaran keyakinan atau sistem kepercayaan yang dianut masyarakat terhadap penyembahan roh nenek moyang pada masa tersebut. Salah satu arca nenek moyang yang menjadi makna simbolik tradisi megalitik adalah Arca Manusia Asal Ciwidey yang dilindungi di Museum Sri Baduga Bandung, di mana arca tersebut adalah simbol dari tradisi megalitik yang dilakukan oleh leluhur masyarakat Jawa Barat yang terjadi dari zaman batu besar hingga 14 Masehi. Arca tersebut ditemukan pada tahun 1979 di Cirebon, Jawa Barat (Kemdikbud, 2023). 

Masyarakat Jawa Barat yang hidup pada periode tersebut percaya bahwa dengan menjadikan arca manusia sebagai personifikasi dewa-dewa, Sang Pencipta Alam Semesta dan roh-roh para leluhur sebagai media pemujaan dalam upacara keagamaan dapat melindungi masyarakat yang hidup pada masa tersebut dari bencana, menyuburkan tanah pertanian, membawa kesejahteraan bagi masyarakat dan sebagai penghormatan masyarakat terhadap roh-roh leluhur.

Upaya masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan objek peninggalan sejarah zaman megalitik pada zaman modern sekarang ini adalah untuk memupuk kesadaran dan mengembangkan pengetahuan para generasi muda tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam warisan nenek moyang seperti fakta di mana manusia menjalani kehidupan bersama dengan alam dan makhluk hidup lain didalamnya serta adanya keharusan untuk saling menjaga satu sama lain. Selain itu, dengan melestarikan peninggalan sejarah dari nenek moyang bangsa Indonesia tersebut, masyarakat dan generasi muda dapat memaknai dan menghargai sistem kepercayaan dan pemujaan nenek moyang yang masih ada hingga sekarang ini sebagai warisan budaya dan tradisi yang harus dilestarikan dan dijaga oleh masyarakat sebagai sumber ilmu dan kebudayaan bagi generasi-generasi berikutnya.

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa peninggalan tradisi megalitik yang ada di Indonesia diartikan sebagai gambaran sistem kepercayaan dan pemujaan roh nenek moyang dilakukan oleh para leluhur di masa batu besar atau megalitikum. Peninggalan tradisi megalitik biasanya terbuat dari batu-batu besar, salah satunya adalah arca nenek moyang yang berbentuk manusia yang digunakan sebagai media pemujaan dalam upacara keagamaan. Satu dari ratusan arca nenek moyang yang ditemukan di seluruh wilayah Indonesia dapat dilihat di Museum Sri Baduga Bandung, Jawa Barat di mana arca nenek moyang tersebut menggambarkan tradisi pemujaan roh-roh leluhur yang dilakukan oleh masyarakat daerah tersebut dari zaman pra-aksara hingga abad ke-14 Masehi. Dalam konteks ini, objek peninggalan sejarah arca nenek moyang tersebut dinilai sebagai kebudayaan dan adat istiadat yang menjadi identitas masyarakat sekaligus mengandung informasi tentang kehidupan masa lalu komunitas megalitik yang hidup pada masa tersebut, sepertu informasi tentang sistem kepercayaan dan keyakinan, tingkat kemajuan teknologi, kreasi seni dan kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, objek peninggalan tradisi megalitik harus dijaga dan dilindungi oleh masyarakat modern sekaligus dimanfaatkan sebagai sumber ilmu pengetahuan tentang sejarah nenek moyang bangsa Indonesia pada zaman pra-aksara.

Referensi

Kemdikbud RI. (November, 2023). Arca Nenek Moyang. Accessed from: https://museum.kemdikbud.go.id/koleksi/profile/arca+nenek+moyang_54138

Kompasiana.com. (November, 2023). Arca Nenek Moyang Cirebon: Warisan Sejarah yang Menginspirasi. Ilmu Sosbud, Kompasiana. Accessed from: https://www.kompasiana.com/maritzahylmi3315/6550fe4c110fce47af3f8062/arca-nenek-moyang-cirebon-warisan-sejarah-yang-menginspirasi

Triaristina, A., Ekwandari, Y. S., Dahari, W. W., Alfarisi, R. (2023). Sejarah dan Eksistensi Peninggalan Situs Megalitik Batu Brak. Jurnal Artefak, Vol. 10, No. 1 https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/8480

Sutaba, I. M. (2020). Makna Simbolik Arca Nenek Moyang dalam Masyarakat Bali. Jurnal Kebudayaan, Volume 15, Nomor 2, Mei DOI : 10.24832/jk.v15i2.355

Wagner, H. G. Q. (1962). Indonesia: The Art of an Island Group. New York: Art of The World Series

Wikipedia. (Desember, 2022). Tradisi Megalitik. Accessed from: https://id.wikipedia.org/wiki/Tradisi_megalitik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun