Hari ini pertama kali saya mengunjungi festival mengenai negara Korea yang diadakan di sebuah pusat perbelanjaan di bilangan Jakarta Selatan. Banyak kesan yang saya dapatkan dari festival tersebut. Tak dapat kita pungkiri bahwa kebudayaan Korea memang menarik dan memukau mulai dari musiknya, makanannya, tariannya, tempat wisatanya, pakaiannya, dan lain sebagainya. Acara festival ini bertemakan Indonesia-Korea Kita Bersahabat. Banyak acara dan bintang tamu langsung dari Korea dan banyak juga booth tentang Korea Travel. Disamping hal-hal positif mengenai kebudayaan Korea yang ditampilkan dalam festival tersebut, tak jarang juga saya menemukan hal-hal yang aneh seperti :
Pada saat sesi dance cover competition, sesi tersebut merupakan sebuah kompetisi tari yang inspirasinya diambil dari MV boyband/boygirl Korea. Pesertanya merupakan tim yang terdiri dari 10 tim untuk maju ke final. Lalu para peserta kompetisi tersebut tampil bergantian secara energik persis seperti boyband/boygirl Korea hingga ke kostum tarinya. Bagi yang wanita menggunakan tanktop yang digunting hingga tampilannya seperti bra dan hotpants yang senyatanya hot karena mirip celana dalam, sedangkan pria menggunakan blazer atau hanya kaos dalam. Setelah itu dalam adegan tari mereka, baik wanita maupun pria masing-masing menyajikan adegan melepas kaos yang dikenakannya memperlihatkan 'abs' atau perut mereka yang datar berbentuk kotak. Yang pria menjadi telanjang dada yang wanita ya menjadi setengah telanjang. Aneh. Ya, bagi saya aneh saja hal tersebut dilakukan di sebuah mini panggung dimana jaraknya tidak ada satu meter dengan bangku penonton. Mungkin maksudnya biar Korea-sentris, tapi toh si artis K-pop itu melakukannya tidak di panggung mini, sebatas di MV atau di konser yang cukup jauh dari pandangan mata penonton letak panggungnya. Lagipula namanya cover, tidak harus mirip, dan yang terpenting, kita Indonesia.
Kemudian hal lainnya adalah, terdapat suatu grup peserta wanita yang masih remaja, gaya kostumnya serba setengah, serba seksi, bahkan transparan menunjukkan pakaian dalamnya kemudia ada adegan melepas kostumnya, semua lekukan tubuhnya dipertontonkan, bagus sih memang badannya. Kemudian yang menggelitik saya adalah di sebelah saya duduk ibu-ibu berjilbab menyemangati dengan bangga dan gembira yang kemudian diketahui beliau adalah ibu dari salah satu anggota grup tersebut. Aneh. Ya aneh buat saya. Bu, anaknya setengah telanjang loh bu, masih remaja loh bu, buat konsumsi banyak orang loh tubuhnya bu, ya mungkin saya tidak tahu apakah si ibu sudah mengingatkan kostum putrinya atau belum sebelumnya, namun si ibu terlihat antusias sekali. Saya merasa aneh karena saya lumayan sering lihat modern dance remaja, tapi baru kali ini yang kostumnya seperti bikini party.
Hal lain yang menggelitik saya adalah di saat bintang tamu dari korea, artis K-pop pria menyanyikan sebuah lagu tiba-tiba terdapat kesalahan teknis yang menyebabkan musik dan soundnya mati, kemudia seluruh rakyat Indonesia yang ada disitu bertepuk tangan keras dan histeris menyemangati sang artis, berbeda ketika giliran Indonesia. Kemudian saya asal nyeletuk "giliran Korea ditepukin, coba kalo Indonesia yang salah paling disorakin atau diketawain.." kanan-kiri saya menatap saya dengan pandangan kurang enak, hehe aneh. Ya, aneh saja kalo memang iya, kenapa marah. Apa ini karena mental dan budaya Indonesia yang suka menghargai kelewat batas hingga mendewakan? Entahlah.
Temanya Indonesia-Korea Kita Bersahabat, namun atmosfer yang saya rasakan si sahabat mendominasi, rasanya seperti dijajah secara budaya. Benar-benar rakyat Indonesia saat itu melupakan budaya sendiri dan melebur ingin menjadi sama dengan budaya si sahabat. Padahal yang namanya sahabat boleh saja menyatu tapi tetap punya prinsipnya sendiri kan. Kenapa orang Indonesia sebegitu inginnya menjadi mirip dengan orang Korea? Hingga rambut, style, make up, performance, semuanya diatur sampai mirip. Tidak, saya tidak bilang saya tidak menyukai Korea, saya suka dan memang bagus kebudayaannya. Negara sahabat tersebut perlu ditiru memang. Namun yang ditiru adalah caranya dalam melestarikan dan menguatkan sert mengenalkan kebudayaannya yang menyatu dengan rakyatnya, bukan kebudayaannya yang ditiru. Kita kan sudah ada kebudayaan sendiri yang perlu diperhatikan dan dikembangkan. Jadi, menurut saya hati-hati saja akan kebudayaan yang merasuk ke bangsa kita ini, kita wajib punya filter dan tidak menerima mentah semua yang masuk, Â jangan sampai kekaguman kita mengikis jati diri kita sendiri dan menjadi lupa akan diri sendiri :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H