Antara kata yang tersusun rapi,
Aku melirik, kau pun membacanya.
Dalam irama dan makna yang terpahat indah,
Ku tuangkan isi hati, kau hadir di dalamnya.
Kau dan aku, dua jiwa yang terhubung,
Dalam kata yang mengalun, bermakna terang.
Kisah kita terukir di setiap bait,
Cerita cinta yang takkan pudar oleh waktu.
Puisi ini bukan sekadar rangkaian kata,
Tapi aliran rasa, getaran jiwa yang nyata.
Dalam mata yang bertaut, kita berbagi makna,
Bukan sekadar membaca, tapi menghayati setiap sajaknya.
Aku melirik, kau pun membacanya,
Tak hanya sekadar huruf-huruf tersusun rapi.
Melainkan getaran cinta di antara kita,
Mengisi ruang di antara baris-baris puisi ini.
Saat senja menjelma, bulan bersinar terang,
Kita bercanda di antara bait-bait yang terpahat.
Tersenyum, tertawa, saling merenung,
Puisi ini pun tahu, cinta kita takkan terhenti di sini.
Biarlah ia menjadi saksi bisu perasaan,
Ketika kata tak lagi mampu ungkapkan.
Dalam diam, dalam tatapan, kita saling mengerti,
Aku melirik, kau membaca, kita satu dalam batin.
Dalam setiap detak jantung, tiap hela nafas,
Kita terhubung, saling melengkapi cerita.
Puisi ini pun menjadi pintu ke dalam relung hati,
Di mana rasa ini tumbuh, bertumbuh bersama waktu.
Jadi teruslah melirik, dan aku pun tetap menulis,
Cerita cinta tak akan pernah terhenti.
Hingga nanti suatu saat, dalam senja yang merona,
Kita pun berdansa di balada puisi cinta nan abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H