Mohon tunggu...
Adhi Dwinata
Adhi Dwinata Mohon Tunggu... -

Seorang pemimpi amatir yang perlu banyak belajar dan berlelah-lelah dalam mewujudkan mimpinya.Mewujudkan pribadi dan masyarakat yang berdaya dan mandiri adalah salah satu impiannya.Bekerja di sebuah NGO di Bandung.Kini sedang merintis bisnis pertanian sehat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

'Being Happy' di Hari Terakhir Menjadi Karyawan

5 Agustus 2014   03:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:24 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Senin, 4 Agustus 2014, hari pertama masuk kerja setelah liburan lumayan panjang Idul Fitri 1435 H ... Seperti dugaan saya, suasana tempat kerja saya begitu meriah. Meriah dengan temu kangen (padahal baru ga ketemu semingguan !) , meriah dengan maaf-maafan (moga bukan hanya simbolis   ; )   )  , meriah dengan kakaren (istilahnya buat oleh-oleh dari kampung halaman). Yang tak saya duga adalah ternyata hari itu juga tempat kerja saya meriah dengan pengumuman resign , ya resign alias mengundurkan diri. Tak kurang ada 7 orang karyawan di tempat kerja saya yang resign.

Ngomongin resign ,menurut pendapat saya ada beberapa karakter karyawanyang mengundurkan diri dari suatu lembaga/perusahaan :

Pertama, yaitu petualang . Usia muda dan ekonomi cukup bisa mendorong siapapun untuk berpindah-pindah masuk dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Muda nya usia menjadi dalil betapa bodoh nya menghabiskan waktu berkomitmen dengan satu perusahaan. Ekonomi lapang melengkapi keberanian seseorang untuk bahkan menjajal pekerjaan dengan bayaran murah. Apalagi jika belum berkeluarga, maka perpindahan dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya sama asyiknya dengan menjajali medan terjal di satu bukit ke bukit lainnya.

Kedua, yaitu kutu loncat. Bedanya dengan yang pertama adalah tiadanya rasa menikmati dan adanya rasa keterpaksaan untuk berada di satu perusahaan hingga memutuskan pindah ke perusahaan lain. Ketidak cocokan dengan pekerjaan, atasan , rekan kerja atau lingkungan kerja bisa jadi motif utama keputusan untuk pindah ke perusahaan lain. Namun apes perusahaan yang dituju tidak lebih baik dari perusahaan yang ditinggalkannya. Jika lah kutu loncat ini sebuah penyakit, maka faktor yang membuatnya makin kronis adalah belum dimilikinya kemampuan untuk mengenali passion diri, skala prioritas dan tujuan akbar pribadi.

Ketiga , yaitu tak mau puas. Mungkin seorang karyawan sudah ada pada jalurnya , sudah nyaman dengan berbagai komponen kerjanya kecuali komponen gaji. Kebutuhan yang memang tinggi atau karena adanya pencapaian ke depan bisa mendorong seseorang pindah perusahaan untuk mencari bayaran yang lebih tinggi.

Keempat , yaitu komitmen pada nilai atau prinsip diri. Kebijakan perusahaan yang sebagain besar di luar jangkauan wewenang karyawan tak jarang bertentangan dengan prinsip diri karyawan. Misal, ada perusahaan yang memutuskan untuk menggunakan pinjaman berbunga untuk membiayai ekspansi usahanya, bisa juga perusahaan yang mempercayakan suatu urusan bukan pada ahlinya, atau sebuah perusahaan ritel yang memutuskan untuk mulai menjual minuman beralkohol. Itu semua adalah keputusan-keputusan yang bisa jadi melanggar prinsip sebagian karyawan. Maka dalam hal ini seorang karyawan dihadapkan pada dua pilihan yaitu menentang dan mencoba meluruskan sesuai dengan prinsip yang ia pegang atau kedua adalah hengkang pergi untuk mencari pekerjaan atau perusahaan yang lebih adem bagi prinsip dan nilai dirinya.

Kelima , yaitu taubat profesi. Maka status karyawan bisa jadi adalah 'dosa', dan upaya 'taubat' dari hal tersebut jelas menjadi pengusaha (masa jadipengangguran sih ). 'Dosa' karena ketika menjadi karyawan melewatkan peluang untuk menjadi lebih kaya -pengalaman, mental dan semoga finansial- dengan menjadi pengusaha. ' Dosa' karena ketika menjadi karyawan memposisikan diri selalu pada posisi aman , enggan mengambil  resiko.Padahal kehidupan makin kaya ketika di dalamnya senantiasa diambil pilihan-pilihan beresiko. Maka pilihan 'taubat' seperti ini jelas bukan pilihan yang selalu manis. Karena berbalut resiko maka pengalaman aneka rasa pun siap dihadapi.

Jika Anda akan resign, kira-kira Anda berada di posisi nomor berapa ? Maka apapun jawabannya moga menjadi awal penelusuran yang terbaik bagi diri Anda sendiri.  Tapi saya berpendapat, jika ternyata salah seorang kita berada di posisi keempat atau kelima atau dua-dua nya sekaligus maka ia patut berbahagia. Being Happy lah istilah kerennya. Dan saya berharap saya berada di posisi itu, karena ....Ssst .... Saya adalah satu di antara tujuh orang yang resign di hari Senin itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun