Mohon tunggu...
Adhi Cahyono
Adhi Cahyono Mohon Tunggu... -

dibesarkan di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, dimana hampir semua Jenderal di Republik ini pernah belajar dan menghirup udara segarnya. Sempat merasakan dingin dan sejuknya udara kota Bandung, dan sekarang menetap di Bekasi. Ngeblog di Kompasiana dengan niat dan tujuan sederhana, belajar menulis. Itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengalahkan Ketakutan

27 Juni 2010   11:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:15 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_178852" align="alignleft" width="191" caption="source:www.21cineplex.com"][/caption] Sambil menunggu partai babak 16 besar FIFA World Cup 2010 antara England melawan Germany, saya menuliskan catatan ini. Hari ini, hari yang istimewa setidaknya bagi saya. Harapan saya, hari ini juga menjadi hari yang istimewa bagi anda semua. Walaupun mungkin saja, keistimewaan yang saya rasakan berbeda dengan yang anda rasakan, tak mengapa. Keistimewaan ini, jelas tak ada kaitannya dengan Piala Dunia, ini harus saya nyatakan di awal tulisan ini. Dan siapapun yang menang nanti, apalah itu Germany ataukah England, “it is definitely indifference for me”. Karena menurut saya, keduanya tidaklah “adding value”. Anda sebagai fan dari salah satunya, tersinggung dan marah terhadap statement saya tadi?, saya persilakan saja….hahahaha. Kapan terakhir anda nonton film anak-anak dan bioskop dalam kondisi “inspired”?. Ini penting untuk ditanyakan. Bukan saja karena jarangnya film anak-anak tersebut di peredaran, tapi dari sejumlah yang ada, adakah yang membuat anda “inspired”?. Ini pointnya. Jikalau menurut anda ada dan banyak, tolong simak lagi pertanyaan saya dan jawab dengan seksama……hahahahaha. High-context VS Low-context Sayang sekali film anak2 yang “inspiring” tadi bukanlah film produksi dalam negeri. Ada memang beberapa yang diproduksi dan diedarkan di masa liburan sekolah ini. Beberapa darinya sudah saya tonton. Sayang sekali, setelah keluar menontonnya, saya tak merasakan pengalaman yang sebut sebagai “inspired” itu tadi. Bahkan ada satu yang membuat saya kapok. Bangsa Indonesia, dalam literature psikologi, leadership, marketing dlsbg, dikenal sebagai bangsa yang mempunyai “high-context culture”, akan tetapi dalam film lokal yang membuat saya kapok tadi justru menampilkan “low-context culture”, karena film itu sepertinya ingin menyampaikan pesan moralnya dengan menggunakan pendekatan “high-context” tadi, cuma pada saat menyampaikan pesan sponsor, ia justru sangat “low-context”. Dan ini sangat menjengkelkan saya. Saya yakin, anda pasti tahu film yang saya maksud. Film anak2 yang baru saja tonton dan menurut saya “inspiring” adalah Karate Kid. Anda sudah nonton dan tidak setuju, sudah selayaknya anda menontonnya kembali dengan seksama….hahahaha. Sudah ada memang film dengan judul yang sama, yang ini walaupun judulnya sama, jelas berbeda. Ada beberapa dari yang lama, ikut diadopsi dan diadaptasi. China memang luar biasa. Tidak saja karena pertumbuhan dan ketahanan ekonominya, tentu saja karena budaya dan keindahan alamnya. Bagi Dre Parker (Jadden Smith), China identik dengan kuno, bangunan kuno, rumah kuno, budaya kuno, ilmu2 kuno dan oleh karenanya Dre tidaklah excited ketika meninggalkan Detroit menuju Beijing, menemani Ibunya, menempuh kehidupan baru mereka di sana. Akan tetapi, Beijing International Airport, International Olympic stadium menyambutnya dengan kekinian dan kemegahannya. Tak butuh waktu lama bagi Dre untuk berubah pikiran, China menjanjikan sebuah kehidupan. Setidaknya itulah yang ada di pikirannya ketika melihat seorang gadis cantik duduk di pinggir taman, berlatih dengan violinnya. Meiying namanya, dan………..hmmmm indah nian senyumnya. Namun justru karena Meiying ini, Dre kembali berubah kembali pikirannya dalam memandang China. China bukanlah rumahnya dan ia ingin pulang ke Detroit saja. Hari demi hari ia lewati dalam ketakutan. Dre dihantui oleh Cheng, seorang cowok yang juga menyukai Meiying dan jago kungfu, beserta kelompoknya. Pengalaman buruknya dalam sebuah perkelahian dengan Cheng selalu menghantuinya. Suatu ketika, Dre tak bisa menghindarinya lagi, ia dikeroyok enam orang dan tak bisa lari kemana2 lagi. Bullying pun terjadi. Ketika ia sudah tersungkur tak mampu lagi memberikan perlawanan, Cheng bernafsu untuk menghabisinya. Pada saat yang kritis ini, munculah Mr. Han (Jackie Chan), seorang montir reparasi menolong dan mengobati lukanya. Kungfu Mr. Han hebat ternyata dan Dre ingin sekali menjadi muridnya. 8 Juni dan keistimewaannya Mr Han dalam kesehariannya, selalu menyempatkan waktu untuk mereparasi sebuah mobil tua dan bobrok. Bukan di garasi tapi justru di ruang tengah dari rumahnya. Setahun ia mengerjakannya. Dan ketika kalender menunjukkan 8 Juni, keanehan pun terjadi. Mobil yang sudah selesai direparasinya, hari demi hari, setahun lamanya, ia rusak kembali. Dre mendapatinya sedang merusak mobil itu, suatu hari ketika ia akan berlatih kungfu, 8 Juni. Ia pun bingung dan bertanya kenapa ?. Potongan koran di atas kap mesin menjelaskan semuanya. Kerusakan mobil yang dilihatnya persis sama dengan kerusakan yang baru saja Mr Han lakukan terhadap mobilnya. Kecelakaan lalin yang tragis menghantui benak dan pikiran Mr Han. Istri dan anak tercintanya menjadi korban dan meninggal. Mr Han menyesalinya, sepanjang sisa hidupnya dan memperbaiki mobil dan merusaknya kembali menjadi ritual tahunannya. Sebuah kalimat Mr Han sungguh menyentuh hati saya, “Saya berharap, apa yang saya ributkan dengan istri tercinta saya ketika itu, yang membuat saya marah dan kehilangan kendali mobil ini, adalah sesuatu yang penting dan sepadan dengan kehilangan ini. Mobil ini bisa saya perbaiki persis seperti kondisi ketika kecelakaan itu belum terjadi, tapi tetap saja istri dan anak saya tak kembali”. Mengalahkan ketakutan Turnamen Kungfu pun tiba dan Dre pun mengikutinya. Satu persatu lawan ia kalahkan sampai akhirnya dalam babak semifinal, kakinya “remuk disikat” lawannya, anggota kelompok Cheng atas perintah pelatihnya. Lawannya di diskualifikasi dan Dre masuk ke babak final dan harus berhadapan dengan Cheng. Tapi bagaimana dengan kaki “remuknya”? Mengetahui bahwa Mr Han ahli dalam pengobatan, Dre meminta tolong Mr Han untuk menyembuhkannya. Mr Han bergeming dan bertanya,”beri saya alasan untuk melakukannya, karena bagi saya kalah atau menang, bukanlah sebuah pertimbangan dalam situasi ini”. Dre pun menjawabnya,” Mr Han, bukan kemenangan yang saya cari dan idamkan. Hanya satu alasan sederhana yang saya punya. Saya hanya ingin turun dari panggung final tanpa rasa ketakutan yang selama ini menghantui saya”. Dan Dre-pun pada akhirnya turun dari panggung final itu dengan ketakutan yang sudah ia tanggalkan dari benak dan pikirannya. Dan senyum Meiying semakin indah saja kelihatannya. Jika anda mempunyai “ketakutan” seperti yang pernah dimiliki oleh Dre, saya anjurkan anda untuk mencari sosok “Meiying” dalam kehidupan anda. Dan tak ada satu pun yang bisa membuat anda kehilangan kontrol terhadap diri anda, kalaupun itu pun terjadi, pastikanlah terlebih dahulu, bahwa hal tersebut memang sesuatu yang penting!!!!!. Ini yang membuat saya “inspired” ketika meninggalkan tempat duduk, diiringi lirikan saya ke istri dan anak2, dan hati yang penuh dengan rasa syukur. Meiying !!!!!!! (teriak mode:ON)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun