Mohon tunggu...
Adhi Cahyono
Adhi Cahyono Mohon Tunggu... -

dibesarkan di sebuah kota kecil di Jawa Tengah, dimana hampir semua Jenderal di Republik ini pernah belajar dan menghirup udara segarnya. Sempat merasakan dingin dan sejuknya udara kota Bandung, dan sekarang menetap di Bekasi. Ngeblog di Kompasiana dengan niat dan tujuan sederhana, belajar menulis. Itu saja.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Alangkah Lucunya (Negeri Ini), Deddy Mizwar Kembali “Berulah”

24 April 2010   16:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:36 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_126047" align="alignleft" width="229" caption="poster film Alangkah Lucunya (Negeri ini) - source:21cineplex.com"][/caption]

Deddy Mizwar kembali “berulah”. “Berulah”nya Deddy, selalu saja menarik perhatian saya. Setelah mencoba, bersama Saurip Kadi, “bereksperimen” dengan mencalonkan diri sebagai capres & cawapres dalam Pilpres 2009 yang baru lalu, kini dia “berulah” lagi.

Dalam hal yang berhubungan dengan perfilman nasional, “ulahnya” juga tak kalah menarik untuk diikuti dan disimak. Mulai beberapa sinetron yang menjadi sajian tetap pengisi pesan dan komedi di bulan Ramadhan seperti Para Pencari Tuhan, sampai ke film Nagabonar dan sequelnya Nagabonar Jadi Dua, dan jangan lupa Kiamat Sudah Dekat. Yang disebut terakhir merupakan film yang digandrungi oleh keluarga Presiden SBY, bahkan para pemerannya sempat diundang ke istana. Sementara film Nagabonar Jadi Dua sempat dijadikan tontonan “wajib” bagi para anggota KIB- jilid 1 ketika itu.

Deddy Mizwar berulah lagi dengan “Alangkah Lucunya (Negeri Ini)” yang dirilis ke pasar mulai 15 April 2010, tepat seminggu yang lalu. Dan seperti biasanya, pesan moral yang dikemas dengan unsur komedi dan dialog cerdas penuh ironi kembali menjadi andalannya.

Menyangkut tema, dalam rilis baru ini, paling tidak ada dua tema besar yang ia coba sampaikan kepada para penontonnya. Pertama, tentang kegagalan system pendidikan beserta arahnya. Sementara tema yang kedua adalah tentang perbedaan antara copet dan koruptor, kalau pun ada.

Dari tema besar pertama, dialog antara Muluk (seorang sarjana Manajemen) dan Asrul (seorang sarjana Pendidikan) begitu menusuk hati. Pendidikan (formal) tidak lebih hanya akan menawarkan kesadaran baru bahwa pendidikan (formal) itu sendiri adalah tidak penting. Kenapa?, karena pendidikan (formal) tidak mampu menjawab persoalan sehari-hari, ketersediaan lapangan kerja dan tentu saja perut.

Pendidikan (formal) juga tidak menjamin seseorang bisa kaya. Dalam usahanya, Muluk sempat terinspirasi untuk beternak cacing, ketika ia melewati pos ronda di kampungnya, ini menjadi sebuah obyek kritikan bagi Deddy Mizwar lewat sebuah celetukan salah satu pemain gaple dalam adegan itu. Celetuknya, “pingin kayak ok pelihara cacing. Kalau pingin kaya, ya pelihara cicak, buaya atau gurita”, kurang lebihnya seperti itu. Anda masih ingat kan cerita tentang cicak, buaya dan gurita?.

Pendidikan (formal), juga tidak banyak membantu Muluk untuk merebut hati sang calon mertua. Suatu saat sang calon mertua berujar, menceritakan anak2nya, calon kakak ipar Muluk. “Lihat saja kakak Rahma (pacar Muluk) yang pertama, cuma tamatan aliyaah (setingkat SMA), usaha sablonnya lancar dan kemarin udah naik haji. Kakak Rahma yang kedua, cuma lulusan tsanawiyah (setingkat SMP), usaha dagangannya lumayan, insya Allah besok naik haji. Sementara kamu?”.

Pendidikan (formal) tidak lebih hanya akan menawarkan kesadaran baru bahwa pendidikan (formal) itu sendiri adalah tidak penting. Sedih, pedih dan perih terasa.

Dalam tema besar kedua tentang perbedaan copet dan koruptor, Deddy Mizwar memberikan penawaran interpretasi dan jawaban sebagai berikut:

1.adalah sama saja antara copet dan koruptor, sama2 mengambil uang yang bukan haknya, bedanya copet tidak bersekolah sementara koruptor bersekolah, tinggi bahkan.

2.dan oleh karena point nomer satu tadi, ketika rombongan geng copet cilik, berdiri di depan gerbang dan memandang dari luar gedung parlemen di Senayan, munculah pertanyaan2 seperti “kalau di dalam situ, boleh nggak kita nyopet?”. “Jelas nggak boleh”. “Kalau di dalam situ nggak boleh nyopet, boleh nggak korupsi?”.

3.jika copet ketangkap polisi, menjalani hukuman dan akhirnya bebas, mereka akan tetap & kembali miskin, pakai babak belur lagi. Sementara ketika seorang koruptor tertangkap, menjalani hukuman, kemudian menghirup udara bebas, mereka tetap saja kaya raya.

Pendidikan (formal) tidak lebih hanya akan menawarkan kesadaran baru bahwa pendidikan (formal) itu sendiri adalah tidak penting, kalaupun penting, pendidikan (formal) adalah alat untuk melakukan korupsi.Itu saja. Sedih, pedih dan perih terasa.

Film ini, sarat sekali dengan pesan moral. Walaupun disuguhkan dengan dialog-dialog cerdas & bernas, sayangnya plot cerita justru terasa sekali kepadatannya, untuk tak menyebutnya penuh sesak. Lagu tanah airku, di bagian akhir dari film ini, begitu menyentuh, setidaknya bagi saya. Dan jika anda kangen dengan dialog2 cerdas dan bernas yang menjadi ciri khas Deddy Mizwar, film ini akan mengobati dahaga anda.

Sementara bagi saya?, saya sedang bertanya2, akankah film ini juga menjadi salah satu favorit keluarga istana?.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun