Mohon tunggu...
Adhiati AP
Adhiati AP Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Aku mahasiswa sastra yang belakangan bermimpi menjadi penulis. Berasal dari sebuah kota di Jawa Tengah. Pergi ke provinsi lain demi masa depan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kelas Watu

1 September 2011   16:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya berasal dari kota Solo yang kemudian pindah ke Sukoharjo. Awalnya hidup saya normal, seorang anak dengan kemampuan biasa saja, bergaul dengan cara normal, dan mendapat nilai yang rata-rata saja. Hingga hari itu tiba, 6 tahun lalu hidup saya mulai berubah. Saat seorang anak manusia berdiri di depan pintu kelas F pada sebuah SMP favorit di Sukoharjo dan dihadapkan dengan 41 anak manusia lain, kehidupan saya berubah.

Awalnya semua nampak normal, MOS terjadi tanpa tragedi apapun. Tidak ada yang menyangka 1 tahun kemudian, saat rasa sungkan mulai terkikis dan sifat asli mulai tersingkap, terlihatlah 42 siswa kompak dalam pelajaran. Dengan kecepatan siput berjalan, kelas yang tadinya tidak kentara langsung meroket ke tingkat teratas. Pandangan guru langsung terarah pada kami. Bukan karena kekompakan belajar yang membuat kami jadi perbincangan di kantor, tapi karena kekompakan kami membuat gaduh saat pelajaran. Kami 42 anak manusia yang beranekaragam, tidak semua cocok dengan pergaulan satu sama lain, tapi dalam membuat kegaduhan di dalam kelas, kami seperti berasal dari satu tubuh, tidak bisa dibedakan lagi mana yang pendiam ataupun pembuat onar sejati, kami bersama menjelma menjadi penarik perhatian.

Satu tahun lagi kami lalui dengan semakin menanjaknya popularitas kelas F di komunitas para guru. Tahun pelajaran baru diawali dengan peringatan keras langsung dari para guru, mereka menyadarkan kami agar menyalurkan kelebihan kami dalam hal yang lebih positif, kami sudah harus serius menata masa depan. Apa kami berubah?YA!Kami memang pembuat gaduh tapi tahu diri. Kami kembali bertranformasi menjadi murid individual dalam belajar, tapi kekompakan kami dalam membuat gaduh jelas tidak berubah. Kami tetap kompak di bidang itu, tetap mempraktekkannya di tiap waktu luang pada saat guru mengajar tapi kami serius belajar tentunya.

Begitu ujian selesai, kami tetap rajin berangkat sekolah biarpun murid kelas lain lebih memilih tidak masuk. Salah seorang teman saya mengadakan award, setelah dirundingkan akhirnya didapat judul "WATU's AWARD", ya, kelas saya tidak lagi disebut kelas F, kami bangga mendeklarasikan diri menjadi kelas watu. Kami tetap teguh menjaga kekompakan kami dalam satu bidang seperti batu yang tidak goyah biarpun diinjak berulang kali.  Bahkan saya, anak normal sudah berubah drastis, bisa dibuktikan saya memenangkan sebuah piala batu dan piagam untuk katagori TERFENOMENAL!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun