Beberapa hari yang lalu saya menyempatkan diri untuk mampir ke toko buku. Mencari hiburan untuk menghapus kejenuhan akan banyaknya pekerjaan. Sejenak saya berdiri di antara rak buku fiksi. Tiba-tiba saya tersadar, dari sekian banyak buku fiksi yang ada di sekitar saya saat itu merupakan buku terjemahan. Apalagi untuk genre fiksi fantasi, hanya nampak 2-3 buku saja yang ditulis oleh orang Indonesia. Sisanya novel terjemahan yang sudah pasti ditulis oleh orang dari luar Indonesia.
Selama ini saya tidak menyadari, hobi membaca buku fiksi saya membawa saya untuk memuji karya bangsa lain. Puluhan novel yang saya miliki di rumah adalah novel terjemahan. Tidak satupun novel yang saya miliki ditulis oleh anak bangsa. Sungguh tragis, bisa saja Indonesia dikatakan "belum merdeka" karena masih dijajah oleh bangsa lain lewat sesuatu yang bersifat menghibur. Terlalu terlena dengan kecenderungan 'konsumtif'-nya.
Tidak bisa dipungkiri, cerita yang disajikan oleh bangsa lain lebih menarik minat para pembaca daripada karya anak bangsa. Tetapi, apa dengan begitu harus berdiam saja?Tentu saja tidak!Harusnya bersama kita memperbaiki kualitas tulisan, mau mengkritik demi kemajuan suatu karya, jangan karena kualitas yang rendah langsung ditinggalkan begitu saja. Kita harus mulai berbenah!Negara lain maju karena bisa berkarya, ingatlah bahwa kita juga bisa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H