Tampilan yang dikenakan orang kaya, juga sama yang ditampilkan orang miskin, apa yang orang kaya makan di luar, juga di konsumsi orang miskin. Saya tidak akan butuh rumus khusus untuk membuktikan persoalan ini, biarkan pengamatan, dan pengalaman yang bekerja.
Baik, baik. Saya tidak akan meneruskan dan mencari-cari kesalahan dan membuat Anda tersudut. Saya hanya membagi sedikit cerita saya seperti di alinea awal tadi. Saya sedang dalam masa proses hemat. Bukankah, dalam agama manusia dianjurkan buat berhemat dan tidak boros, agama apapun itu. Iya kan?
Saya jadi teringat kalau dulu, waktu masih duduk di bangku SD guru saya selalu bilang bahwa "hemat pangkal kaya". Kata hemat pangkal kaya adalah peribahasa yang sering dulu saya jumpai saat di sekolah terutama sekolah dasar.
Lambat laun, saya ketahui kalau tujuan dari adanya peribahasa ini adalah mendidik siswa (saya) supaya tidak boros dan mampu menyisihkan uang jajan setiap hari, untuk ditabung atau digunakan untuk membeli sesuatu yang benar-benar dibutuhkan, dan mengesampingkan sesuatu yang diinginkan.
Tentu dengan menggaris bawahi kata kaya tersebut. Kaya yang dimaksudkan tidak hanya dalam bentuk materi saja, tapi kaya dalam hal segala bentuk kebaikan. Karena, sebenarnya jika semata-mata saya mau banyak uang dan tidak perlu repot, kan saya bisa jadi bandar narkoba, pelihara tuyul, jadi rentenir atau suruh bapak saya korupsi, kan gitu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H