Entikong adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Sanggau , Kalimantan Barat - Indonesia. Ibu kota Kecamatan Entikong berada di Desa Entikong . Kecamatan Entikong mempunyai luas 506,89 km2 dan secara administratif Kecamatan Entikong terdiri dari 5 desa dan 18 dusun. Desa Entikong adalah desa yang sangat dekat dengan perbatasan Indonesia - Malaysia khususnya kota Khucink, Serawak - Malaysia . Selain dengan Malaysia, Entikong juga berbatasan dengan negara Brunei Darussalam. Mungkin tidak banyak yang tahu tentang desa ini, karena masyarakatnya dan kehidupan mereka yang jauh dari ibukota .
Banyak masyarakat disini kecewa dengan pemerintah Indonesia, bahkan tidak sedikit diantara mereka yang tidak mengenal Indonesia, Rupiah, Lagu Kebangsaan Indonesia Rayadan Presiden mereka di Indonesia . Masyarakat Entikong lebih mengenal Ringgit, Raja Malaysia dan produk-produk Malaysia. Tetapi ada beberapa orang juga yang mengenal Indonesia dan mereka tetap setia dengansang merah putih, sebut saja salah satunya adalah Ibu Martini, guru Sekolah Dasar di desa Entikong, dia selalu mengibarkan bendera merah putih selama 24 jam, dan selalu memberitahu anak didiknya bahwa kita ini bangsa Indonesia , setia pada pancasila dan UUD 1945. Ibu Martini adalah multi talent disini, selain menjadi satu-satunya guru dan mengajar 3 kelas sekaligus di SD tersebut, ia juga menjabat sebagai kepala sekolah dan pesuruh di desa tersebut . SD disana pun sangat memprihatinkan, papan tulisnya yang bolong,lantai-lantai yang rusak, dan fasilitas yang sangat minim disana. Belum lagi jika anak-anak disana ingin mendapat pendidikan yang lebih tinggi dan memiliki fasilitas yang baik, mereka harus berjalan selama 6 – 8 jam setiap harinya, ya begitulah Entikong. Jika kita lihat sejenak sangat berbeda dengan kehidupan di kota – kota besar seperti Jakarta yang pergi ke sekolah hanya membutuhkan 5 - 10 menit saja sudah sampai dengan fasilitas yang sangat memadai. Sedangkan murid-murid di Entikong bersekolah dengan seragam seadanya , buku seadanya dan memakai sandal jepit, bahkan banyak juga yang tidak memakai alas kaki. Walaupun begitu, mereka dapat menikmati hidup dan tidak mengeluh.
Selain Ibu Guru yang sangat luar biasa, disana juga ada jajaran tentara yang menjadi guru bantu sekaligus menjaga perbatasan dengan gagah berani, alhasil para muridnya pun dididik ala militer. Selain itu ada pula seorang mantri yang berkeliling desa untuk mengobati pasiennya, baginya masyarakat harus merasa diperhatikan oleh pemerintah, mereka harus tahu kalau pemerintah Indonesia itu ada untuk mereka. Pak Mantri ini berkeliling dengan menggunakan sampan dari desa ke desa. Banyak masyarakat di Entikong sangat senang dengan kedatangannya, karena mereka merasa Indonesia masih memperhatikan nasib mereka. Mantri ini perlu berhari-hari untuk berkeliling dan memberi obat kepada masyarakat di Entikong, karena kadang terhadang oleh alat transportasi dan cuaca. Masyarakat di Entikong mayoritas adalah suku Dayak bidayuh atau masyarakat dayak yang biasanya tinggal di pinggir sungai. Ternyata tidak sedikit masyarakat Entikong yang ingin dekat dengan Indonesia, diperhatikan dan diberikan fasilitas yang sama halnya dengan desa lain di Indonesia . Tapi apa daya untuk memperoleh channel televisi Indonesia saja, masyarakat di Entikong harus menguras kocek yang sangat dalam untuk membeli parabola yang bagus, misalnya untuk mendapat channel Malaysia cukup pasang antena biasa saja sudah dapat. Selain itu masyarakat di Entikong lebih senang berbelanja di Negera tetangga Malaysia, selain harga di Malaysia lebih murah, jarak tempuhnya pun lebih dekat dibanding ke wilayah Indonesia dan dapat dilalui dengan jalur darat ( Jalur Sutera) . Maka tidak heran kalau kebanyakan masyarakat di daerah Entikong lebih suka mencari nafkah di Negeri Jiran Malaysia dibandingkan di wilayah Indonesia. Sehingga tidak tanggung-tanggung 250 orang saudara kita pun berpindah kewarganegaraan menjadi kewarganegaraan Malaysia.Bahkan banyak diantara mereka yang mengalami krisis kewarganegaraan. Walau masalah kewarganegaraan itu sudah diatur dalam Undang-Undang . Apa kita rela jika saudara- saudara kita di Entikong memilih menjadi warga Malaysia dibanding Indonesia? Sebelumnya marilah kita tengok tentang keadaan mereka disana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H