Ketika macet menyerang Jakarta pada 25 Oktober lalu, beribu-ribu korban macet menumpahkan kekesalannya, baik melalui jejaring sosial, komentar di radio dan di berbagai media lainnya. intinya para korban macet mencaci, memaki dan menyalahkan sang ahli, yang tidak bisa membenahi Jakarta dari berbagai permasalahan, baik macet, kependudukan, banjir dan berbagai dinamika lainnya yang ada di Jakarta.
Sebagai warga Jakarta dan juga korban kemacetan 25 Oktober 2010, saya cukup kesal dengan sang ahli, karena semangatnya untuk memenangkan pilkada dulu, tidak tercermin pada programnya, terutama membenahi macet dan banjir. Ketika ditanya mengenai banjir oleh wartawan dia marah dan bahkan cenderung cuek. Saya tau kok, bahwa gak gampang membernahi Jakarta yang punya beragam permasalahan.
saya juga bermacet-macetan selama 3 jam dari Mangga Dua ke Condet pada tanggal itu, namun saya merasakan kebersamaan. Hal itu saya rasakan ketika saya berhenti sejenak untuk istirahat dari perjalanan yang melelahkan. ketika istirahat, sepiring sate padang mampu menghilangkan rasa penat sejenak. Bersama dengan para pengendara lainnya, kami berbincang-bincang mengenai pengalaman bermacet-macet ria. sangat terasa persahabatan diantara kami para pengendara yang terkena macet yang sedang istirahat. walau hanya berbincang-bincang sja, namun sangat terasa aroma persahabatan pada pertemuan yang baru saja dimulai.
Ternyata macet bisa nambah teman juga. :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H