Mohon tunggu...
Yanda Nur
Yanda Nur Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

5 Hal yang dapat ‘Membunuh’ Kreatifitas Anak

13 November 2010   06:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:39 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

5 Hal Yang Dapat ‘Membunuh’ Kreatifitas Anak
Anak adalah individu paling kreatif. Dengan imajinasi yang tak terbatas, anak sering menunjukkan kreatifitas yang luar biasa. Barang apapun akan bermakna bagi anak. Barang apapun dapat menjadi sesuatu yang lain, yang memiliki imajinasi yang luas.
Kreatifitas ini bersumber pada berfikirnya otak kanan. Berbeda dengan otak kiri yang akademik, logis, bahasa dan angka, otak kanan berfikir secara menyeluruh, imajinatif, dengan irama dan berwarna. Oleh karenanya suatu benda jika dilihat dengan otak kanan memiliki ribuan makna lain. Bandingkan dengan pandangan otak kiri yang hanya meliputi apa bentuknya, apa namanya, sesuatu yang dapat diolah oleh panca inderanya.
Namun begitu perkembangan otak kanan ini pada usia dini ( 0-8 tahun ) sering mengalami hambatan yang seringnya bisa ‘membunuh’ daya kreatifitas anak. Kesalahan pola asuh dan sistem pendidikan yang salah telah membuat 90% kekuatan imajinasi dan kreatifitas anak menghilang.  Karenanya, orangtua wajib memilikipola asuh yang benar dan memilihkan sekolah yang merangsang dan melejitkan kreatifitasnya.
Berikut ini 5 hal yang dapat ‘membunuh’ kreatifitas anak yang seringnya dilakukan orang dewasa di sekitar anak.
1.
1. Memberi contoh dan menyuruh mengerjakan seperti contoh
Otak kreatifitas biasanya muncul dengan kesadaran dan keunikannya sendiri. Ia muncul jika diberkan ruang untuk berekspresi dan berkarya secara orisinal. Ia memiliki dimensi sendiri yang bebas dari ketergantungan.
Memberi contoh pada dasarnya tidak bermasalah jika ia bisa memacu anak untuk berfikir lebih. Namun memberi contoh dan anak disuruh mengerjakan persisi seperi contoh merupakan kesalahan besar dalam mendidik anak. Tindakan ini hanya akan menyeragamkan anak yang merpakan kebalikan dari proses beanekaragaman dalam kreatifitas.
Kita bisa menengok betapa tindakan ini telah mendarahdaging di dunia pendidikan kita. Cobalah Anda menyuruh anak-anak kita untuk membuat menggambar pemandangan. Apa yang terjadi? Kebanyakan anak pasti menggambar pemandangan dengan ciri ada gunung, ada sawahnya, ada matahari dan ada rumahnya.
Mengapa hal ini terjadi?
Karena fenomena ini terjadi pada hampir semua anak, maka kita dapat menduga bahwa hal ini dikarenakan ketika di taman kanak-kanan (TK) anak diberikan contoh dan disuruh mengerjakan seperti yang dicontohkan guru. Di lembaga pendidikan awal ini anak tidak boleh menggambar bebas  sesuai dengan kreatifitasnya. Anak diajarkan bahwa pemandangan ya harus seperti apa yang dicontohkan guru.
2.Suasana yang tidak menyenangkan
Kreatifitas sangat bergantung dengan perasaan bahagia. Kreatifitas akan muncul jika hati dalam suasana menyenangkan. Jika pendidikan yang diterima anak dalam kondisi yang tidak menyenangkan maka kreatifitas anak tidak akan bisa optimal. Bahkan anak berkarya dengan keterpaksaan. Akibatnya jauhnya anak memiliki rasa enggan untuk mengeluarkan kekuatan kreatifitasnya.
3.Suasana yang membelenggu
Kreatifitas bersumber dari kebebasan berfikir. Dengan demikian memiliki kebebasan berfikir sangat menentukan apakah seorang anak kreatif atau tidak. Mari kita tengok saat-saat pembelajaran di sekolah-sekolah kita, apakah sudah membebaskan proses berfikir atau belum.
Jika seorang guru mengajar adakah keriuahan sebagai tanda dinasmisnya pembelajaran ataukah anak-anak ‘diwajibkan’ duduk memangku tangan di atas meja? Adakah di kelas-kelas kita anak-anak bersahutan dan bererebutan mengangkat tangan untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya atau anak hanay diam dan pasif? Apakah anak- anak di kelas diberikan kebebasan dalam mengekspresikan berfikir atau anak anak-anak tidak diberkan peluang seluas-luasnya untuk mengekspresikan apa yang ada dalam benaknya?
Dari pengamatan penulis berikut ini merupakan tanda-tanda anak yang kurang kreatif sebagai akibat terbelenggunya pikiran mereka karena aturan yang terlalu ketat  :
a.Anak kurang berinisitaif bertanya, bahkan ketika disuruh bertanya pun anak-anak kurang antusias
b.Di kelas anak diharuskan duduk diam, tangan di atas meja. Bahkan ada lagu yang diajarkan guru-guru TK untuk ‘menertibkan’ atau degan kata lain membelenggu keinginan anak.
c.Sebagian guru masih belum bisa menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan membebaskan anak.
d.Pembelajaran masih sering satu arah. Metode ceramah (guru bicara anak mendnegar) masih menjadi metode favourit para guru.
4.Kurangnya wadah dan kesempatan berkarya
Mari kita tengok sekolah-sekolah kita. Ada karya apa di kelas mereka? Sudahkah karya mereka beranekaragam? Apakah gambar-gambar di kelas banyak?
Penulis sering melihat suasana kelas yang sangat-sangat kaku. Tempelan gambar hanya sebagai pajangan. Bahkan foro-foto usang yang telah bertahun-tahun tidak diganti. Adakah sekolah memberkan wadah mading di sekolahnya? Adakah setiap guru mengajar anak diberikan kesempatan berkarya? Apakah pembelajaran di sekolah kita menghasilkan anak yang suka berkarya?
Sepertinya sekolah kebanggan kita masih jauh dari harapan. Mungkin di sekolah swasta yang mahal, sekolah negeri yang favourit sudah berjalan ke arah yang benar, namun sebagian besar masih seperti puluhan tahun yang lalu.
5.Tidak diajarkan cara berfikir dan berkarya kreatif
Pembelajaran di Indonesia boleh saya katakan harus segera mengadakan REVOLUSI. Pembelajaran di sekolah kita tidak mengajarkan cara anak berfikir dan berkarya untuk menuangkan kreatifitasnya. Pembelajaran kita saat ini terrnyata tidak jauh berbeda dengan pembelajaran puluhan tahun yang lalu. Pembelajaran di kita masih didominasi oleh mendengarkan ceramah, menulis ringkasan, dikte, duduk diam di kelas, guru menerangkan, masih berbasis buku paket.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun