Ditengah hiruk-piruk dunia modern, ada seorang laki-laki berkepala empat yang tanpa Lelah mengejar ilmu. Sebutan Sang Pencari Ilmu, sangat cocok untuk menggambarkan sosok Bapak Herman. Julukan ini diberikan kepada papa karena kegemarannya dalam membaca buku. Batasan usia, latar belakang sederhana serta Pendidikan yang terbatas tidak menyurutkannya dalam mencari ilmu-ilmu baru. Bahkan Herman pernah berkata,”Saya suka baca buku2, seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, manajemen, marketing, akuntasi, filsafat, sejarah, geografi, teknologi, buku para2 tokoh dunia, buku penemu dunia, psikologi, kamus2, sejarah hadits dan kisah para Nabi, puisi/sajak dan hampir semua buku suka saya baca”. Beliau juga memiliki cita cita yang sederhana Menjadi sumber ilmu bagi anak-anakku, keluargaku dan orang2 yang butuh ilmu.
Bapak Herman memiliki 3 anak, dua kembar perempuan dan satu anak laki-laki. Ayah tiga anak yang berasal dari daerah Lampung Utara dengan perpaduan antara Padang-Palembang. Usia yang tidak bisa bilang muda lagi, namun keinginanya dalam memahami dan mempelajari ilmu-ilmu baru tidak pernah surut dari dirinya. Herman merupakan anak laki-laki pertama dari 11 bersudara. Pendidikan terakhir beliau adalah SMA meski begitu, Herman pernah kuliah diploma 3 di ABA Indonesia LPI di Jalan Cikini, Jakarta Pusat (Tahun 1994-1997).
Sebelum menikah Herman juga pernah membuka kursus Bahasa Inggris dan Computer. Selain membuka kursus, beliau juga memiliki pengalaman kerja salah satunya Melatih kecakapan manajemen dan pengelolaan organisasi Laziz-NU Tempuran Magelang (2018). Saat ini Herman memilih bekerja sebagai Front-end & Back-end Developer di Klikdesainweb.com.
Tanpa mengenal lelah dan selalu oqtimis, Herman menggunakan waktu senggangnya untuk menunaikan kewajibannya sebagai seorang Muslim dan mempelajari serta membaca segala sesuatu yang belum beliau kuasai dan ketahui. Pengalaman dan pengetahuan yang papa punya ditujukan untuk menjadi motivasi untuk anak-anaknya, terutama anak sulungnya. Herman pernah berkata kepada sulungnya, “Irsya, kamu itu kakak. Punya tanggungan adik-adik. Kalau adik km tanya tentang suatu hal, kamu harus bisa jawab. Kalua adik kamu minta tolong harus kamu bantu.” Menurut Herman, anak pertama harus dapat diandalkan dalam segala bidang. Jikalau belum menguasai suatu bidang yang di perlukan, maka ia harus belajar walaupun bukan feshionnya. Hal ini dilakukan agar dapat diandalkan oleh adik-adiknya bahkan orang lain.
Pemikiran ini berasal dari sebuah kebiasaan dalam sukunya, yaitu Suku Semende. Dimana dalam suku ini, anak perempuan pertama memang dituntut serta memiliki tanggung jawab pada semua anggota keluarganya. Selain itu beliau berpendapat bahwa anak muda zaman sekarang harus paham IT. Hampir semua pengalaman kerjanya tidak jauh-jauh dari IT dan Bahasa Inggris. Jadi Herman memiliki harapan besar anak-anaknya mahir dalam IT, jika tidak bisa ditingkatan ahli tau dasar-dasarnya sudah cukup.
Pemikiran serta tuntutan yang diberikan Herman kepada anak sulungnya memiliki dampak yang beragam. Di satu sisi pemikiran serta tuntutan tersebut dapat membuat kemampuan dan penetahuan si sulung meningkat. Namun disisi lain si sulung tidak dapat menerima hasil yang mengandung kecacatan. Dalam pandangannya segala sesuatu yang dia kerjakan harus perfect. Jika dia merasa ada yang kurang dan jauh dari ekspetasinya, dia akan merasa frustasi dan gelisah yang menyebabkan moodnya langsung down dan sulit untuk mengembalikan moodnya. Salah satu caranya adalah mengalihkan fokusnya kepada yang lain dan mencoba melupakanya. Atau kecacatan tersebut dapat menjadi ketakutan yang sulit dihilangkan. Dia pernah berkata,”Sekarang aku takut menghadiri suatu acara yang dapat mengingatkan ku tentang kejadian memalukan saat aku menjadi petugas diacara itu. Aku juga membenci jika melihat dan mendengar ada orang yang dapat melakukan kegagalanku. Sungguh aku sangat membencinya.”
Perjalanan hidup Bapak Herman tidak pernah lepas dari Pencarian Ilmu. Meski memiliki segala keterbatasan, beliau masih dapat mendedikasikan dirinya untuk ilmu. Beliau juga menunjukan bahwa kegigihan dan rasa ingin tau adalah kunci kesuksesan. Menjadi sumber ilmu untuk orang lain merupakan cita-cita yang mulia. Beliau juga mengajarkan pentingnya peranan seorang kakak dalam mendukung adik-adiknya. Selain itu kesempurnaan bukan tujuan akhir dan segala sesuatu didunia ini tidak ada yang mengandung kesempurnaan. Kegagalan adalah sebuah proses yang perlu dijalani oleh setiap insan dalam upaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas diri.
Kisah Bapak Herman bisa kita jadikan sebagai inspirasi untuk terus belajar meski dengan segala keterbatasan. Dapat bermanfaat bagi keluarga dan lingkungan sekitar. Dari kisah ini, marilah kita jadikan ilmu sebagai bekal perjalanan hidup, karena pengetahuan adalah harta karun yang sangat berharga dan takan dimakan oleh zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H