Mohon tunggu...
Ade Ferchanain
Ade Ferchanain Mohon Tunggu... -

#pialadunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tegas Bukan Berarti Keras

7 Juli 2018   13:36 Diperbarui: 7 Juli 2018   13:43 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perilaku tidak pantas ditiru yang dilakukan oleh para pelajar zaman sekarang telah mencerminkan bagaimana keadaan pendidikan yang ada di Indonesia. Perilaku semacam ini telah merasuk ke dalam kehidupan sosial masyarakat dan bahkan telah merasuk kedalam ranah pendidikan Sekolah Tinggi. Kasus-kasus semacam inilah yang membuat terutama banyak orang tua resah akan pendidikan yang anak mereka sedang jalani. 

Aturan-aturan yang sangat keras atau bahkan menyakitkan menjadi sumber masalah dalam peristiwa yang mengenaskan ini. Banyak sekali sekolah di Indonesia yang sedang mengalami krisis karakter yang baik karena tercemar oleh perilaku-perilaku brutal. Hal semacam ini harus bisa dikendalikan oleh orang tua ataupun pihak sekolah.

Perilaku jahat di lingkungan sekolah disebabkan oleh banyak komponen. Disini saya menyimpulkan bahwa ada tiga komponen yang menyertainya dan dapat digunakan sebagai klarifikasi mengapa perilaku ini terus-menerus diulang kembali.

Di tempat pertama, teknik untuk instruksi agresif, terutama anak-aanak yang baru saja masuk atau bisa disebut junior dapat menjadi sasaran kekasaran pelaku. Dalam pendahuluan, siswa baru diperlakukan dengan sangat keras. Saat ini, menggunakan kebrutalan fisik diharapkan bisa untuk melatih disiplin, patriotisme, patriotisme, dan ketahanan mental. 

Gerakan fisik dipandang sebagai obat mujarab untuk membuat para siswa belajar untuk tegas. Jelas, alasan ini adalah legitimasi bagi para senior untuk menunjukkan kekuatan kepada para adik-adik mereka. Jika alasan sekolah adalah tempat untuk membentuk arakter yang baik, tapi mengapa ketidaksepahaman yang memajukan ketekunan dan kekejaman fisik lebih dikedepankan daripada menggunakan cara-cara yang lebih baik lainnya?

Kedua, secara mental, seseorang yang diinstruksikan dan dibesarkan dalam situasi yang cenderung kasar mungkin akan melakukan hal yang sama ketika ia diposisi tersebut. Siklus kebiadaban pada akhirnya berubah menjadi kebiasaan yang dapat diandalkan kembali secara konsisten. Pelajar baru yang lulus akan berkenalan dengan kekasaran dan akan melakukan hal yang sama ketika mereka menjadi senior. Akan tertanam kedalam otak mereka hal-hal biadab yang dicontohkan oleh para senior mereka.

Ketiga, kurangnya perhatian, ketidakpedulian, dan ketidakpastian pendidik yang diberkahi dengan kewajiban untuk berurusan dengan sekolah adalah hal-hal yang paling menambah peristiwa tersebut bermunculan terus-menerus. Sekolah adalah rumah kedua bagi siswa. Para orang tua mengirim anak-anak mereka ke kelas mengingat fakta bahwa mereka menerima sekolah itu adalah tempat terlindung untuk pengembangan dan peningkatan anak-anak. Siapa pun yang diberkati untuk berurusan dengan sekolah harus menjamin bahwa anak-anak terlindung dan aman dari risiko kebiadaban.

Perilaku brutal masih banyak terdapat di sekolah, institut ataupun rumah belajar lainnya. Semua orang harus mengerti bahwa keganasan hanya akan menyebabkan kehancuran. Jadi mulai sekarang, STOP KEKERASAN DI RANAH PENDIDIKAN!

Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi -- Universitas Muhammadiyah Sidoarjo -- Ade Ferchanain

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun