Mohon tunggu...
adde m wirasenjaya
adde m wirasenjaya Mohon Tunggu... -

Pengajar dan penulis. Penggemar berat kopi, mi ayam dan sepakbola. Lahir di Menes, sebuah kota kecil di Pandeglang. Saat ini bermukim di Bantul, Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Diplomasi dan Legitimasi

8 Oktober 2010   02:37 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KETIKA ruang legitimasi pada aras domestik semakin mengecil, seorang penguasa sering memanfaatkan isu hubungan internasional untuk membentuk legitimasi, atau sekedar menunjukkan kehadiran negara yang tetap punya kedaulatan.

Nampaknya, SBY ingin menjadikan trik pembatalan kunjungannya ke Belanda beberapa hari lalu sebagai arena bagi pembentukkan citra dirinya di hadapan masyarakat Indonesia yang merasa sangat gregetan dan bahkan kesal dengan langgam kepemimpinan SBY, ketika mengurus berbagai hal dalam persoalan domestik yang mengemuka. Maklum, berbagai kebijakan dan sikap SBY dalam mengelola politik domestik nampak begitu lamban. Pada saat hantaman bencana berlangsung di sana-sini, menggenapkan kasus-kasus yang belum selesai dalam soal korupsi hingga pemilihan kapolri, ruang diplomasi dan politik luar negeri menjadi arena yang tersisa untuk membentuk citra diri. Tapi sayang, dalam konteks pembatalan kunjungan ke Belanda, upaya itu seperti sebuah blunder yang boleh jadi akan menjadi bumerang bagi SBY sendiri.

Pertama, konteks bagi pembatalan kunjungan ke Belanda nampaknya dilandasi oleh dorongan emosional yang datang tidak dari "apa yang berlangsung di Den Haag", tetapi lebih didorong oleh "apa yang tengah dihadapi SBY di Jakarta". Boleh jadi input tentang eksistensi RMS di Belanda yang didapat dari penasehat Presiden begitu sumir dan tidak utuh. RMS hanya sebuah entitas yang makin lama makin diacuhkan di Belanda. Posisi peradilan yang hendak dijadikan RMS sebagai arena menghukum SBY pun bukanlah pengadilan internasional. Pembatalan SBY hanya membuat RMS semakin di atas angin dan mendapat perhatian internasional -- sesuatu yang mungkin menjadi target bagi gerakan klandestein seperti ini.

Kedua, jika pun ada yang "dipermalukan" oleh kunjungan SBY ke Belanda, mungkin yang paling merasa malu adalah Belanda yang sudah secara resmi mengundang SBY. SBY adalah tamu terhormat, dan agenda yang disiapkan dalam pertemuan dengan Ratu Belanda cukup historis dan strategis bagi pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda. Maka, penguasa Belanda akan melihat "Oh, betapa kerdilnya tuan SBY" ketika ia membatalkan kunjungan hanya karena ulah kelompok kecil macam RMS.

Pada akhirnya, saya menduga, titik bidik dari pembatalan itu adalah upaya pencitraan diri Presiden di mata masyarakatnya -- hal yang melelahkan bagi SBY --. Cuma sayang, upaya ini nyaris menjadi sebuah komedi. Seharusnya ia bisa tegas ketika kasus Malaysia, atau memberi hukuman yang amat berat bagi para pejabat korup yang kini semakin tak jelas juntrung hukumannya..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun