Jam makan siang kami pada tanggal 12 April kemarin berbeda dengan biasanya. Bukanya makan di Student Center seperti biasanya, Universitas Ma Chung kedatangan seorang tamu penting. Kami diajak untuk berkumpul di aula untuk sekedar berbincang-bincang dengan seorang penulis fiksi.
Hal ini dilakukan sebagai bagian dari Mata Kuliah Popular Literature. Dosen kami mengundang Fahrul Khakim, seorang penulis muda yang mesinnya sedang panas berproduksi.
Mas Fahrul lahir di Tuban, 2 Maret 1991. Ia sudah tertarik dengan dunia menulis sejak tahun 2004, saat masih 13 tahun. Saat ini, dia telah merilis beberapa novel seperti Cowokku Vegetarimood (2013), Hiding My Heart, Dandelion Lover, dan juga Janji Pelangi (2018).
Penulis yang juga dosen Universitas Negeri Malang ini selalu mengangkat tema tentang cinta dalam setiap karyanya. Bisa kisah cinta dua insan, kisah cinta karakter utamanya kepada keluarganya, atau juga kecintaan karakter utamanya dengan hobinya sendiri.
Mas Fahrul mengungkapkan kecintaannya menulis dilatarbelakangi oleh kehidupan masa kecilnya ketika masih tinggal di Tuban. Awalnya ia sering membaca komik di perpustakaan saja. Namun, setelah beranjak remaja, dia mulai membaca novel dan akhirnya mengenal genre novel fiksi untuk remaja. Hingga saat inipun ia masih suka dengan novel fiksi.
Tekad pertamanya menulis datang ketika ia mengenal novel Dealova karya Dyan Nuranindya yang sempat populer di tahun 2000-an. Mas Fahrul takjub saat mengetahui bahwa gaji yang didapat penulis Dealova sempat mencapai angka 40-jutaan. Ia pun mencoba peruntungannya di bidang menulis dengan mulai menulis novel di usia remajanya.
Sembari mengikuti Ujian Nasional di tahun 2009, ia tetap bersikeras untuk menyelesaikan novel pertamanya yang akhirnya dapat diselesaikan dengan panjang 150 halaman. Mas Fahrul mencoba mengirim novel pertamanya ke percetakan Gramedia, namun setelah setahun mengirim, ia baru mendapat kabar bahwa novelnya ditolak.
Kegagalan pertama tidak membuat Mas Fahrul putus asa, ia mencoba mencari pengalaman dan prestasi di bidang menulis terlebih dahulu dengan menciptakan beberapa cerita pendek yang akhirnya dapat dimuat dibeberapa majalah lokal.
Mas Fahrul juga menyampaikan bahwa dia selalu menggunakan perempuan sebagai tokoh utamanya. Hal ini dilatarbelakangi oleh banyaknya pembaca perempuan di Indonesia, sesuatu yang juga saya pelajari di mata kuliah saya.
Untuk tujuan itu, dia perlu membekali ini dengan mendalami karakter perempuan. Salah satu caranya adalah dengan membaca majalah perempuan. Dia juga sering meminta teman-teman wanitanya untuk membaca hasil karyanya sebelum dirilis, untuk mengetahui apakah yang ia buat sudah sesuai dengan sudut pandang wanita itu sendiri atau belum.
Dalam sesi bincang-bincang ini, Mas Fahrul juga memberikan sedikit tips bagi para penulis pemula untuk memulai membuat sebuah karya. Baginya, judul bukanlah sesuatu yang harus dibuat pertama. Kerangka ceritalah yang paling penting. Kerangka cerita akan menjadi patokan utama sang penulis dalam mempertahankan konsistensi ide awal penulis hingga akhir.