Mohon tunggu...
Ade Tanesia
Ade Tanesia Mohon Tunggu... Freelancer - Antropolog

Pemerhati Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Afrida Erna Ngato, Perempuan Pertama Kepala Suku Pagu

8 Juli 2024   18:50 Diperbarui: 8 Juli 2024   19:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Afrida Erna Ngato 

Mia tonaka demia akele demia bongana, mabirahi de majojamanaaaniii, kao nyawa yoma sisanaaangi...

 (Tanah kami, air kami, hutan kami, cantik jelita hanya untuk kenikmatan dan kesenangan orang lain...) 

~  Afrida Erna Ngato, Kepala Suku Pagu/Isam di Halmahera Utara ~

Tertanggal 23 Mei 2013.  Adalah saat yang bersejarah bagi Suku Pagu di Malifut, Halmahera Utara. Pasalnya seorang Kepala Suku Pagu dilantik setelah sekian lama mengalami kekosongan pemimpin. Afrida Erna Ngato, seorang perempuan, telah dipilih melalui musyawarah tetua adat Suku Pagu yang dilakukan pada bulan Januari 2012. Keputusan memilih seorang perempuan bukanlah hal biasa dalam tradisi Suku Pagu, namun pilihan para tetua adat bukan tidak ada alasan. Afrida Erna Ngato dianggap telah memperjuangkan eksistensi Suku Pagu. "Awalnya saya takut sekali karena ada kepercayaan bahwa seorang kepala suku jika tidak kuat akan sering sakit-sakitan dan rumah tangganya bisa berantakan. " ungkapnya. Tetapi para tetua adat mengatakan bahwa mereka akan mendukung Afrida untuk menjadi seorang Kepala Suku. 

Meskipun secara resmi baru dilantik menjadi Kepala Suku Pagu pada 23 Mei 2013 lalu, namun upayanya untuk melestarikan budaya suku ini telah dilakukan jauh sebelumnya. Bahkan, sejak duduk di bangku SMA, Ida, demikian dia biasa disapa, telah aktif untuk menghidupkan kembali budaya adat Pagu dengan inisiatifnya sendiri. Pada akhir Januari 2012, tetua adat Suku Pagu menggelar musyawarah untuk mengangkat kepala suku yang baru. Ketentuan sebagai calon kepala suku adalah harus memiliki garis keturunan Pagu dan berjenis kelamin laki-laki. Sidang pemilihan tersebut disaksikan oleh AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Maluku Utara, perwakilan Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, dan para kepala desa serta tokoh Suku Makian di Malifut. Hasil sidang menetapkan Afrida sebagai kepala suku. Kepeduliannya yang tinggi terhadap eksistensi suku ini berhasil mengesampingkan fakta bahwa ia adalah seorang perempuan. "Pertimbangan para tetua, saya dianggap memiliki kepedulian sehinnga  budaya Suku Pagu bisa dibangkitkan lagi," ujar Afrida. Meski telah ditetapkan sebagai kepala suku, Afrida baru dilantik satu tahun kemudian. Ia disematkan gelar  Tubok Ma Lamok atau pemimpin adat. Sering juga ia disebut Sangaji Pagu, yang memiliki arti sama. Kepemimpinannya seumur hidup.  

Sebagai keturunan langsung bangsawan Pagu, pada awalnya Ida  ditolak menjadi kepala suku karena alasan adat yang tidak memperbolehkan kaum perempuan menjadi kepala suku. Tetapi  karena tidak adanya keturunan laki - laki dari garis bangsawan pemimpin suku Pagu,  dedikasi Ida dalam memperjuangkan eksistensi dan daya hidup  lingkungan serta kebudayaan suku Pagu membuat dirinya  pantas untuk diangkat menjadi ketua suku Pagu. Sejak tahun 1964 hingga 1999-an, yang menjabat Kepala Suku adalah paman kandung dari Ayah Afrida Erna Ngato.  "Jadi dari tete (kakek) tahun 1964 sampai 1999/2000, sudah vakum. Ada pengangkatan tapi pengangkatannya tidak resmi, hanya beberapa orang kumpul terus ditokohkan seseorang. Tapi itu tidak bertahan lama, cuma beberapa tahun. Satu dua tahun terus orang itu sakit, dan diyakini secara mitos bahwa sakitnya  disebabkan tidak ada restu dari leluhur. Nah, akhirnya Pagu ini tidak jelas siapa pemimpinnya. Terus tahun 2012 diadakan musyawarah, disebut musyawarah besar, yang akhirnya memilih saya sebagai Kepala Suku," ungkap Afrida Ngato.  

Menjadi seorang Kepala Suku, tanggung jawabnya cukup besar. Ia memperjuangkan  hak atas tanah adat suku Pagu yang  70% dikuasai oleh perusahaan tambang raksasa PT Nusa Halmahera Mineral (NHM). Protesnya terhadap PT NHM inilah salah satu bentuk perjuangannya yang sangat panjang. Tanah bagi masyarakat adat adalah identitas, keberadaan perusahaan tambang asal Australia tersebut dinilai mengancam keberadaan suku adat pagu karena berpotensi menghilangkan hak -- hak masyarakat adat untuk mengelola tanah mereka  sendiri. Banyak  pihak yang mencoba menghadang perjuangannya, baik dari lingkungan masyarakat, LSM, maupun pemerintah sendiri. Bahkan terjadi pula upaya untuk mengkriminalisasikan dirinya. Tetapi perjuangannya yang paling menguras pikiran dan tenaganya ini, sedikit demi sedikit membuahkan hasil hingga terbentuknya Yayasan Miawola untuk pemberdayaan suku Pagu. Atas jerih payah Afrida, suku Pagu  telah memiliki Kantor Pusat Pendokumentasian Bahasa dan Budaya Isam/Pagu bernama Nanga Wola  yang terletak di Desa Sosol. Lembaga ini diresmikan oleh mantan Bupati Halmahera Utara, yaitu Bapak Hein Namotemo. Selain digunakan sebagai tempat kegiatan suku Pagu, kantor ini juga menjadi kegiatan belajar mengajar orang Pagu.

Semenjak Ida menjadi kepala suku Pagu, ia aktif mengorganisir pemuda adat. Ida pun bangga bahwa BPAN (Barisan Pemuda Adat Nusantara) dari masyarakat adat Pagu yang merupakan bagian dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara. Ida juga aktif dalam pemberdayaan lingkungan kehutanan dengan membentuk kelompok ibu-ibu untuk bercocok tanam dengan penyediaan bibit.  Selain itu di masa awal kepemimpinannya, Ida pun aktif mendampingi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan pendokumentasian bahasa dan kelembagaan adat.

Suka Duka 

Tidak mudah bagi seorang perempuan menjadi ketua suku. Apalagi Afrida sendiri mengalami keretakan dalam rumah tangga yang mengakibatkan perceraian. "Saya harus menjadi kepala rumah tangga bagi anak-anak saya sekaligus mengurus komunitas. Itu bukan hal yang mudah, apalagi anak-anak saya masih kecil saat keretakan itu terjadi," kata Ida. Masalah ekonomi juga menjadi kendala, artinya seharusnya ia sering berkeliling mengunjungi masyarakat adat Pagu di berbagai desa di Kecamatan Malifut, bahkan ada yang sampai bermukim di Kabupaten Halmahera Barat. Perjalanan-perjalanan ini tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun