Mohon tunggu...
Ades W. Pradana
Ades W. Pradana Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

The man who imagine Sisyphus happy

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Curug Kedung Nila Baturaden

21 Desember 2024   18:26 Diperbarui: 21 Desember 2024   18:26 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan Curug Kedung Nila yang berada di desa Karangsalam, Baturaden, Bnayumas-Foto diambil oleh rekan penulis

Waktu kian berlalu. namun, Dosen belum juga datang. kami terus menunggu. Sejenak kemudian, datanglah Adama yang layaknya merpati, ia menyampaikan kabar dari Dosen jikalau dirinya berhalangan untuk datang. Lantas, pembelajaran pun diganti dengan tugas. Kami diperintahkan untuk membuat karya tulis dari hasil mengamati lingkungan kampus yang begitu membosankan. Jadi, kami  segelintir manusia yang ada di kelas ini dengan aroganya dan seakan apa yang dilakukan itu paling benar pergi meninggalkan kampus menuju curug Kedung Nila di Baturaden.

Pemandangan Curug Kedung Nila yang berada di desa Karangsalam, Baturaden, Bnayumas-Foto diambil oleh rekan penulis
Pemandangan Curug Kedung Nila yang berada di desa Karangsalam, Baturaden, Bnayumas-Foto diambil oleh rekan penulis

Sesampainya di sana, kami disuguhkan dengan keindahan pemandangan alam yang tiada taranya seakan kami sedang singgah disurga. Setiap mata memandang tiada celah bagi hati ini untuk tidak takjub terpesona akan keelokanya. Bebatuan yang tersusun dan terukir oleh alam menampiklan keistimewaan yang pelukis maupun pemahat terhebat sekalipun tidaka akan bisa menyamai kesempurnaanya. Setiap celah diisi oleh air yang sungguh jernih. sampai sampai ikan yang berlalu lalang di dalamnya pun tidak dapat luput dari pandangan mata.

Tidak dapat diri ini menahan godaan jernihnya air yang memukau. Kami pun berenang sepanjang waktu, merasakan kesegaran dari air yang dengan sihirnya membuat jiwa dan raga  ini tidak bisa berhenti untuk mengarunginya. Sayangnya waktu harus memisahkan kami dengan surga dunia ini. kami  harus berhenti lantaran jam menunjukan waktu tengah siang hari yang artinya beberapa waktu kemudian, kami harus mengikuti mata kuliah berikutnya. Kami pun pulang dengan penuh bahagia terlukis di wajah. Begitulah kisah sederhana yang dapat kami tulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun