Terasing oleh hidup yang tidak masuk akal,
Aturan tak tertulis mengekang kebebasan.
Aku tidak mau mengikutinya,
Tapi aku harus tunduk padanya.
Terkutuk untuk menari di atas tali,
Di mana jiwa dihukum tanpa hakim,Di mana dosa tercipta tanpa perbuatan.Aku berjalan di antara wajah-wajah,
yang akan menjadi hakim bagi  jiwaku.
Apa yang harus aku lakukan?
Kematian bukanlah jawaban,
Tapi hidup adalah paradoks yang membakar.
Aku terperangkap di antara kehendak dan takdir,
Di mana waktu hanya mengulang penderitaan.
Sekali lagi, aku mencoba.
Sekali lagi, aku tersiksa.
Namun lebih baik terbakar oleh api yang kukenal,
Daripada tenggelam dalam kehampaan.
Aku melihat Sisifus di puncak bukit,
Ia tersenyum meski bebannya tak berkurang.
Mungkin penerimaan adalah kunci,
Untuk berdamai dengan absurditas yang abadi.
Dan jika aku harus menari di atas tali,
Maka biarlah langkahku menjadi milikku sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H