Allah Swt mensyariatkan umatnya untuk menikah karena beragam hikmah yang indah, menikah merupakan ibadah yang dengannya separuh  agama seseorang menjadi sempurna. Bahkan, dengan menikah seseorang bisa menghadap Allah dalam keadaan baik, bersih, suci dan sempurna. (HR. Baihaqi dalam Asy Syu’ab dari Anas dan dihasankan oleh Al Albani  dalam Shahihul Jami no. 430).
Menikah dengan seorang polisi otomatis menjadikan seorang istri tergabung dalam keanggotaan Bhayangkari. Janji sehidup semati mengarungi bahtera rumahtangga pun seolah menjadi sangat formal karena ditambah dengan kesediaan seorang istri untuk mendukung tugas suami dalam bekerja melindungi, mengayomi, serta melayani masyarakat. Tetap setia mendampingi suami, bersedia ditempatkan di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ditengah iklim reformasi kepolisian yang sangat dinamis, Sang Bhayangkara yang gagah berani tetap seorang manusia biasa yang sering dihadapkan dengan masalah dalam kehidupannya. Peran Bhayangkari pun semakin krusial, mulai harus rela ditinggal piket malam, ditinggal tugas ke luar daerah, sampai harus rela mengorbankan hari libur untuk tidak berkumpul bersama keluarga karena harus selalu siaga melayani masyarakat. Â
Dunia Bhayangkari merupakan dunia yang rumit dan kompleks. Seorang Bhayangkari dituntut untuk memiliki kesabaran, kesungguhan, kesetiaan, keterampilan, kemampuan, dan keluasan pengetahuan. Kenyataan menunjukkan bahwa masih banyak anggota Bhayangkari yang tidak aktif dengan berbagai alasan. Mulai dari sibuk mengurus anak, sibuk karena bekerja pada suatu instansi tertentu, sakit, ada keperluan keluarga, dan bahkan ada yang tidak aktif karena tidak peduli dengan kegiatan Bhayangkari. Pada umumnya mereka kurang mampu dalam mengorganisasi ide dan  pemikirannya ke arah yang positif.
Selain itu, berdasarkan hasil angket dan penelitian ada beberapa penyebab tidak aktifnya anggota Bhayangkari yaitu adanya rasa takut untuk memulai kembali suatu aktivitas berkumpul dengan para istri dari rekan rekan suami yang sejawat karena tingkah laku suami. Suami yang terkesan ringan tangan, selalu berlaku kasar terhadap istri, tebar pesona pada setiap kaum hawa, sehingga menjadi trending topik dan membuat malu di kawasan wilayah dia bekerja.
Problematika Bhayangkari ternyata tidak berhenti sampai disitu saja, mitos dan asumsi di kalangan masyarakat tentang sosok Bhayangkari sangatlah beragam. Sekumpulan sosialita berbaju pink yang selalu nampak glamour, setiap hari bisa shopping menghabiskan budget yang lumayan besar, tidak begitu peduli dengan anak dan keluarga, bahkan banyak cemoohan dari kalangan masyarakat tentang perilaku bhayangkari yang kurang baik karena diberi nafkah yang tidak halal oleh suaminya..Naudzubillah himindzalik..
Asumsi dan fenomena Bhayangkari di sebagian kalangan masyarakat menjadi tamparan keras bagi dunia Bhayangkari. Masyarakat kita masih mengagungkan budaya pandang dengar, mereka menerima informasi seadanya dan kurang mengasah pola pikirnya untuk berfikir kritis terhadap segala permasalahan hidup yang ada di sekitarnya.
Don’t Judge a Book By It’s Cover, seperti pepatah yang sering kita dengar jangan kita menilai seseorang dari tampilan luarnya. Menilai segala sesuatu dari berbagai sudut pandang merupakan sebuah langkah yang bijak. Sadari bahwa setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Akan selalu ada perbedaan dalam kehidupan ini,  karena sejatinya kita terlahir dalam keanekaragaman budaya, suku, ras, dan agama. Berbhineka Tunggal Ika, berbeda-beda namun tetap satu jua.
Sudah menjadi kewajiban Bhayangkari untuk selalu mendukung suami bertugas. Banyak keuntungan yang kita peroleh jika aktif dalam kegiatan Bhayangkari yaitu akan menambah wawasan kita mengenai hal-hal baru, menambah pengalaman, dan menambah jaringan pertemanan dan komunikasi yang akan memudahkan kita dalam menjalani tugas kita sebagai Bhayangkari.
 Tingkat pendidikan anggota Bhayangkari ternyata mempunyai pengaruh yang sangat signifikan.Hasil survei membuktikan bahwa sekitar 80% anggota Bhayangkari masa kini telah menempuh pendidikan tinggi. Entah akan berkarir atau menjadi ibu rumah tangga, seorang bhayangkari harus berpendidikan tinggi karena mereka akan menjadi seorang ibu. Ibu-ibu yang cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas (Dian Sastrowardjoyo). Bhayangkari yang cerdas akan senantiasa bersabar terhadap apa yang ditakdirkan Allah SWT, bersyukur ketika ia mendapat kenikmatan dan bersabar ketika tertimpa musibah atau kesulitan, bersabar dalam menjalankan perintah Allah SWT , bersabar dari apa yang dilarang Allah SWT.
Pola asah, asih dan asuh seperti yang diungkapkan oleh ketua seksi organisasi PP Bhayangkari Ny. Ayu Sabar Rahardjo memang sepantasnya harus diterapkan di organisasi Bhayangkari. Saling menghormati dan saling menyayangi, pemberian contoh yang baik memang akan memberikan hasil yang baik.