Mohon tunggu...
Ades Suntama
Ades Suntama Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Sosial

Ades Suntama adalah seorang aktivis sosial, dan penulis yang sangat terlibat dalam berbagai organisasi sosial dan kepemudaan. Sebagai aktivis sosial, ia bekerja keras untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan keadilan sosial, sering kali terjun langsung ke lapangan untuk mengorganisir aksi-aksi damai dan mendukung kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Keterlibatannya di berbagai organisasi sosial menunjukkan komitmennya untuk terus mendorong perubahan positif di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perempuan sebagai Penggerak Ekonomi Desa: Kesempatan atau Beban?

12 Januari 2025   22:21 Diperbarui: 12 Januari 2025   22:21 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Perempuan Desa (Sumber : Leonardo.Ai)

Perempuan di desa sering kali menjadi tokoh kunci dalam ekonomi lokal, meskipun peran mereka sering tidak terlihat atau kurang diakui. Mereka bekerja di ladang, di pasar, di rumah, dan dalam kegiatan ekonomi informal lainnya yang menopang kehidupan masyarakat pedesaan. Kontribusi mereka meliputi berbagai sektor, dari pertanian hingga usaha mikro, namun tantangan yang mereka hadapi tidaklah kecil. Di tengah peluang yang ada, perempuan desa juga memikul beban berat yang kadang kala menghalangi potensi mereka untuk berkembang secara optimal.  

Dalam konteks pertanian, perempuan memegang peran signifikan, baik dalam produksi maupun pengelolaan hasil tani. Mereka menanam, merawat, dan memanen hasil bumi yang menjadi sumber utama pendapatan keluarga. Menurut data FAO, hampir setengah dari tenaga kerja pertanian di negara-negara berkembang adalah perempuan, termasuk di Indonesia. Namun, kontribusi ini sering kali tidak dihargai secara setara dengan laki-laki. Hak atas lahan, misalnya, masih menjadi isu besar. Hanya sebagian kecil perempuan yang memiliki akses langsung ke kepemilikan tanah, meskipun mereka yang paling aktif bekerja di ladang.  

Di sektor informal, perempuan desa juga memainkan peran penting. Mereka memproduksi kerajinan, mengolah hasil tani menjadi produk bernilai tambah, dan menjualnya di pasar lokal maupun regional. Sebagai contoh, di berbagai desa di Nusa Tenggara Timur, kelompok perempuan berhasil mengembangkan usaha tenun tradisional yang kini diminati di pasar internasional. Namun, keberhasilan ini tidak datang tanpa tantangan. Hambatan seperti akses terhadap modal, teknologi, dan jaringan pasar sering kali menghambat pertumbuhan usaha mereka.  

Kesempatan bagi perempuan desa untuk menjadi penggerak ekonomi sebenarnya sangat besar. Mereka memiliki keunggulan dalam mengelola sumber daya keluarga, terutama dalam hal alokasi pendapatan untuk kebutuhan pendidikan dan kesehatan. Penelitian Kabeer (1999) menunjukkan bahwa perempuan yang diberdayakan secara ekonomi cenderung menginvestasikan pendapatan mereka untuk kebutuhan yang meningkatkan kualitas hidup keluarga secara jangka panjang. Dalam konteks lokal, berbagai program pemberdayaan perempuan di desa, seperti pelatihan keterampilan dan pemberian akses kredit mikro, telah berhasil meningkatkan pendapatan rumah tangga. Sebagai contoh, pelatihan kewirausahaan berbasis digital di Yogyakarta telah membantu perempuan desa menjangkau pasar yang lebih luas melalui platform daring. 

Namun, di balik peluang tersebut, terdapat tantangan besar yang tidak boleh diabaikan. Beban ganda menjadi salah satu masalah utama yang dihadapi perempuan desa. Mereka harus menjalankan tugas domestik seperti mengurus anak, memasak, dan membersihkan rumah, sambil tetap bekerja di ladang atau mengelola usaha. Kondisi ini tidak hanya menguras tenaga, tetapi juga menyebabkan tekanan psikologis. Banyak perempuan yang merasa terjebak dalam rutinitas tanpa henti, yang pada akhirnya memengaruhi kesehatan mental dan fisik mereka.  

Tantangan lainnya adalah stigma budaya yang masih kuat di banyak komunitas pedesaan. Perempuan sering kali dipandang sebagai pihak yang subordinat, sehingga partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan ekonomi sering diabaikan. Padahal, keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan keputusan dapat memberikan perspektif yang lebih inklusif dan inovatif. Selain itu, akses perempuan terhadap sumber daya ekonomi seperti modal usaha dan pendidikan juga masih terbatas. Data dari Bank Dunia menunjukkan bahwa hanya sekitar 37% perempuan pedesaan di Indonesia yang memiliki akses ke layanan perbankan formal, jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.  

Dalam konteks internasional, ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari negara-negara lain. Di Vietnam, misalnya, pemerintah secara aktif mendukung perempuan dalam pertanian melalui program pelatihan dan akses kredit. Hasilnya, perempuan di sana mampu meningkatkan produktivitas pertanian sekaligus mengurangi kemiskinan di pedesaan. Di Filipina, program pemberdayaan perempuan berbasis koperasi telah membantu ribuan perempuan desa mengelola usaha mikro yang mendukung ekonomi keluarga. Perbandingan ini menunjukkan bahwa dengan kebijakan yang tepat, perempuan dapat menjadi motor utama dalam pembangunan ekonomi desa.  

Selain tantangan struktural, beban psikologis juga menjadi isu yang perlu diperhatikan. Perempuan sering kali merasa diabaikan dalam hal penghargaan atas kerja keras mereka. Tugas domestik yang tidak pernah selesai, ditambah dengan tanggung jawab ekonomi, membuat mereka rentan mengalami stres dan kelelahan. Hal ini diperburuk oleh kurangnya dukungan sosial, baik dari keluarga maupun masyarakat. Di sisi lain, perempuan yang memiliki akses ke komunitas pendukung, seperti kelompok perempuan atau koperasi, cenderung memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih baik.  

Studi kasus di Desa Karya Makmur, Sumatera Selatan, memberikan gambaran nyata tentang bagaimana perempuan dapat menjadi penggerak ekonomi desa. Kelompok perempuan di desa ini berhasil membentuk koperasi petani yang fokus pada pengolahan hasil tani. Dengan bantuan pelatihan dan akses ke pasar, mereka mampu meningkatkan pendapatan rumah tangga hingga 40% dalam dua tahun. Namun, keberhasilan ini tidak datang dengan mudah. Banyak anggota koperasi yang harus bekerja ekstra keras untuk membagi waktu antara ladang, keluarga, dan koperasi. Kisah ini menunjukkan bahwa meskipun perempuan memiliki potensi besar, dukungan yang memadai tetap sangat diperlukan.  

Untuk mengoptimalkan peran perempuan sebagai penggerak ekonomi desa, diperlukan pendekatan yang holistik. Pemerintah perlu memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya ekonomi, termasuk tanah, modal, dan teknologi. Program seperti Dana Desa dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi perempuan, seperti pelatihan kewirausahaan atau pembentukan koperasi. Selain itu, beban domestik perempuan perlu dikurangi melalui penyediaan layanan penitipan anak atau kampanye yang mendorong partisipasi laki-laki dalam pekerjaan rumah tangga.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun