Mohon tunggu...
Ade Suerani
Ade Suerani Mohon Tunggu... -

Orang Muna, tinggal di Kendari Sultra.\r\nklik juga :\r\nadetentangotda.wordpress.com\r\nadesuerani.wordpress.com\r\nadekendari.blogdetik.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Puasa Syawal

8 September 2010   10:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:21 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ramadhan berlalu bukan berarti kebiasaan baik yang kita lakukan untuk meraih simpati-Nya juga berlalu. Tidak, Allah SWT bukan saja mengharapkan puasa untuk-Nya tetapi juga segala manfaat Ramadhan bisa berlanjut terus untuk kebaikan sesama.

Pasca Idul Fitri (1 Syawal) seakan menjadi tradisi kebanyakan umat Islam melanjutkannya dengan puasa enam hari (masih di bulan Syawal) atau yang biasa dikenal puasa Syawal. Hal ini didasari karena pahala yang disabdakan Rasulullah SAW yaitu laksana puasa setahun. Selengkapnya dalam sebuah hadis dikatakan “Man shama ramadlana wa atba ‘ahu sittan min syawwaalin kaana kashaumiddahri” (‘An Ani Ayyub, rawahu ahmad wa muslim). Yang artinya: “Barangsiapa puasa Ramadhan, dan mengikutinya puasa 6 hari pada bulan Syawal adalah laksana puasa setahun”

Puasa tersebut menurut Imam Ahmad dapat dilakukan berturut-turut atau tidak berturut-turut dan tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya. Sedangkan menurut golongan Hanafi dan golongan Syafi’i, lebih utama melakukannya secara berturut-turut, yaitu setelah hari raya.

Persoalannya adalah sudahkah kita pahami sebab musabab sunnah puasa Syawal? Mengapa enam hari Syawal atau mengapa di bulan Syawal?

Bagi sebagian muslim, ada yang begitu meyakini hadis sami’na wa atha’na, aku dengar dan aku taati. Artinya, ia tidak akan banyak bertanya, mengapa dan mengapa suatu amalan itu perlu/sunnah untuk dilakukan. Namun, sebagian lain muslim merasa perlu untuk mencari tahu asbabun ataupun makna lain yang terkandung di dalamnya.

Hal yang sama untuk sebuah wahyu/sunnah tidak semua dapat dijelaskan asbabun ataupun hakikatnya. Maksudnya, ada beberapa ayat dalam wahyu maupun sabda Rasulullah yang sampai saat ini tidak dapat ditembus akal manusia.

Kembali ke pokok persoalan, mengapa enam hari Syawal, pertanyaan yang sama diajukan mengapa shalat shubu itu dua raka’at? Namanya sunnah, jawaban sederhananya karena Rasulullah mencontohkannya seperti itu.

Ada juga yang mencari tahu dengan mencoba memahami/meyakini makna hadis seperti yang disampaikan diatas sebagai motivasi. Tapi apakah itu benar? Belum tentu, namun belum tentu pula salah.

Intinya yang dapat dibagi disini, dalam Islam ada dikenal ibadah murni yang dilakukan tanpa perlu dijelaskan alasannya. Kebalikannya ibadah tidak murni, yang memang perlu digali faedah dan hal-hal lainnya, sehingga jika sudah tidak bermanfaat dan tidak zaman lagi, bisa saja tidak dilakukan. Wallahu'alam(***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun