Hanin Zoabi, anggota parlemen Israel (Knesset) yang mendukung dan ikut serta dalam misi kemanusiaan pembebasan blokade Gaza (Freedom Flotilla), akhir Mei lalu, akhirnya harus menerima keputusan itu. Walau keanggotaan Knesset berjumlah 120 orang, namun 34 suara mendukung pencabutan hak atas dirinya, sedang 16 suara menolak dianggap final dan korum. Perempuan pertama keturunan Arab yang duduk Knesset ini harus kehilangan paspor diplomatiknya. Zaobi dicabut pula haknya untuk mendapat bantuan hukum jika tersangkut kasus hukum, serta kehilangan hak mengunjungi negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
Zoabi dikenal sangat aktif membela warga Israel keturunan Arab. Tindakan rasisme pemerintah, bahkan dukungan sebagian anggota parlemen, membuatnya harus bertarung menentang kebijakan-kebijakan pemerintah di Knesset. Untung saja keanggotaan Knesset tidak didominasi partai tertentu khususnya partai pemerintah (Likud), sehingga dukungan dari partai arab yang berkoalisi cukup membantu perempuan yang masih berstatus single ini untuk berjuang membela hak-hak sosial dan ekonomi warga Israel keturunan Arab.
Keputusan itu diambil setelah melalui beberapa kali sidang yang dihujani dengan caci maki. Perempuan 41 tahun kelahiran Nazareth dikecam rekannya, khususnya dari partai Likud. Miri Regev dari partai Likud - partai pemerintah - mengkritik tajam Zoabi karena mengambil bagian dalam armada untuk Gaza. Zoabi dituding terlibat kejahatan ganda, bergabung dengan teorirs dan kejahatan moral terhadap negara Israel. Dalam sidangnya, Regev pun dengan nada keras menuduh Zoabi sebagai pengkhianat. Zoabi tak tinggal diam. Ia balik mengecam dan membalas kritikan Regev dengan tak kelah kerasnya. "Jiwa saya bersama Gaza, wahai pengkhianat," balas Zoabi. Suasana pun kian ricuh dan tak terkendali ketika anggota parlemen dari unsur Arab lainnya dan anggota parlemen dari unsur Israel yang pro-perdamaian Palestina ikut serta membela Zoabi. Sedangkan, anggota parlemen pendukung pemerintah, utamanya dari sayap konservatif, ikut serta mendukung Regev.
Atas keputusan itu, Zoabi kecewe, tapi ia tetap akan berjuang. Berikut kutipan penuturannya* kepada Faisal Assegaf dari Tempo saat dihubungi melalui telepon selulernya :
Setelah keputusan Knesset, bagaimana Anda menjalankan tugas sehari-hari?
Semua berjalan seperti biasa, namun Israel telah menerapkan diskriminasi terhadap hak-hak saya. Keputusan Knesset itu merupakan usaha delegitimasi kegiatan politik saya melawan penjajah. Mereka tidak memahami bagaimana demokrasi seharusnya dijalankan. Mereka pikir kita bisa menjadi Zionis dan mendukung Zionisme.
Apakah Anda sadar akibat ikut misi kemanusiaan itu seperti ini?
Saya tidak kecewa dan tidak terkejut atas keputusan itu. Ini merupakan sistem politik Zionis yang rasis. Setidaknya ada 25 undang-undang yang mengesahkan diskriminasi terhadap warga Palestina di Israel. Namun kami ahrus tetap berjuang untuk hak-hak kami.
Apakah Anda berniat ikut misi berikutnya?
Saya ingin berpartisipasi lagi dalam misi kemanusiaan berikutnya ke Gaza. Ini pesan politik sangat penting yang harus disampaikan kepada pemerintah Israel.
Anda tahu, Israel akan terus bersikap rasis terhadap warga Arab, kenapa tidak pindah saja?
Ini tanah air saya. Saya akan terus berjuang mempertahankan hak-hak kami.
Israel berencana mengeluarkan aturan yang mengharuskan semua warga Arab bersumpah setia kepada Israel?
Itu undang-undang bodoh dan melanggar hak asasi. Tidak ada satu negara pun yang memaksakan ideologi kepada rakyatnya. Hanya negara tidak bermoral yang melakukan itu.
Jadi Anda menolak setia kepada Israel?
Saya tidak mungkin bersumpah setia kepada negara Zionis Israel dan mendukung Zionisme.
Status Anda sendiri di Israel?
Saya warga negara.
Apakah undang-undang itu akan disahkan?
Kemungkinannya besar karena koalisi sekarang didominasi politisi garis keras.
******
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H