Mohon tunggu...
Ade Suerani
Ade Suerani Mohon Tunggu... -

Orang Muna, tinggal di Kendari Sultra.\r\nklik juga :\r\nadetentangotda.wordpress.com\r\nadesuerani.wordpress.com\r\nadekendari.blogdetik.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Parasitisme Televisi

11 Maret 2010   00:16 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:30 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Parasitisme berasal dari kata "parasit" yang berarti tidak menguntungkan,  dan "isme" yang berarti aliran/madhzab yang dapat mengarah ke doktrin.  Doktrin, karena mampu mengubah pola pikir maupun tingkah laku seseorang.

Anak-anak maupun orang dewasa sadar tidak sadar terjebak dengan sajian yang dipersembahkan televisi. Perubahan karakter dan tingkah laku kadang dilakonkan anak setelah menonton televisi.
Opini publik dan gaya hidup yang dibentuk televisi pun mampu mengubah pola pikir orang dewasa.
Termasuk, emosi mulai dari tawa, air mata hingga jantung berdetak kencang tidak jarang bisa didapati
pada orang-orang yang sedang menonton televisi.

Istilah parasit bisa tepat karena asumsi banyak orang tayangan televisi tidak mendidik, walau ada pula yang memberikan informasi dan hiburan.  Tidak mendidik, karena pemirsanya mampu dibentuk pola pikir dan perilakunya ke arah yang negatif. Bisa diperhatikan anak kecil mampu menirukan aksi baku pukul ala smackdown dan mengucapkan kata-kata kasar, karena kekerasan fisik maupun verbal yang ada diprogram anak, sinetron, maupun berita di televisi.
Anak remaja memeras orang tuanya untuk mengikuti gaya hidup metropolis ala aktris idolanya karena sinetron.  Orang dewasa ikut-ikutan menuduh pejabat publik melakukan korupsi karena opini talk show/diskusi yang berkembang di televisi.

Tayangan-tayangan yang paling mendominasi siaran televisi kita adalah sinetron dan program anak. Hanya TV One dan Metro TV yang konsen akan program berita. Namun bukan berarti mereka bebas dari parasit, karena pemberitaan yang tidak memenuhi kaidah jurnalistik adalah sampah alias parasit.

Adalah hak publik dijamin dalam UU Pers dan UU Penyiaran untuk menerima informasi yang layak dan benar sesuai hak asasi manusia melalui televisi. Dan adalah kewajiban pengelola stasiun televisi menampilkan siaran-siaran yang baik dan benar. Hal itu diisyaratkan karena televisi menggunakan ranah publik yakni frekuensi. Sebagai sumber daya alam terbatas, frekuensi diamanatkan untuk digunakan sebesar-besar kebaikan publik.

Jika pengguna frekuensi (baca : televisi) tidak dapat menjamin itu, maka negara berhak mengambil kembali frekuensi milik publik. Jika televisi terbukti tidak dapat menggunakan frekuensi untuk kebaikan rakyat Indonesia, maka negara dapat mencabut  izin penggunaan frekuensi dan izin penyelenggaraan penyiaran.

Isi siaran televisi memang tidak seseksi politik yang setiap hari mendapat perhatian dan tekanan. Namun isi siaran yang dibiarkan kebablasan perlahan tetapi pasti telah membentuk karakter parasit anak-anak kita yang bisa mengganggu masa depannya dan masa depan bangsa. Korbannya sudah banyak dan nyata. Pendampingan orang tua dapat menjadi solusi namun tidak menyelesaikan masalah.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sebagai lembaga yang ditunjuk mengawasi isi siaran televisi tidak bisa bekerja sendirian.  KPI dalam memberikan tegurannya kadang dianggap angin lalu oleh pengeloa TV bahkan teguran/sanksi KPI dianggap berlebihan dan sepihak.  Pengelola stasiun TV menilai teguran/sanksi KPI bukan aspirasi publlik, karena publik tidak merasa terganggu dengan program mereka. Untuk itu, partisipasi publik jualah yang diharapkan agar program TV mampu memenuhi harapan kita semua.  Akhirnya, teguran/sanski KPI diharapkan mampu membuat pengelola TV sadar akan hak publik dari sekedar mereka hanya mencari keuntungan materi. (***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun