Mohon tunggu...
Ade SetiawanSimon
Ade SetiawanSimon Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance

Scribo Ergo Sum

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Motoran Lintas Flores Menemui Pesona Masyarakat dan Alam "Cabo Das Flores" (Part I)

3 April 2023   06:07 Diperbarui: 3 April 2023   07:00 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
jalan trans Flores (doc. pribadi)

Sebagai salah satu daerah kepulauan di wilayah Nusantara, Nusa Tenggara Timur sejak masa penjelajahan bangsa Eropa bahkan oleh bangsa Timur Jauh, wilayah di tenggara Nusantara sudah dikenal sebagai salah satu wilayah dagang dan sumber penghasil kayu cendana terbaik di seantero dunia, wangi pohon-pohon cendana yang tumbuh pada hutan tropis  wilayah tenggara  menjadikannya harum diceritakan oleh para pedagang dan pengelana pada masa itu, sebabnya banyak pedangan dan pelaut tertarik singgah pada pelabuhan-pelabuhan kecil di Solor dan Atapupu untuk melego jangkar demi mendapatkan Hau Meni -- Kayu Harum (Cendana) yang dianggap oleh masyarakat lokal sebagai kayu keramat, karenannya mereka sedari dulu masyarakat setempat secara sadar menurunkan turun-tumurun kepada generasi selanjutnya untuk sedapat mungkin menjaga dan melestarikan pohon kebanggaan masyarakat.

Pada era penjelajahan bangsa Eropa ke wilayah-wilayah Asia, Portugis dan Spanyol merupakan dua kerajaan yang memiliki andil penting membuka jalur perdagangan baru ke wilayah India dan Malaka,  tak ketinggalan pulau-pulau di tenggara Nusantara menjadi tempat sandar kapal-kapal mereka. Mulai dari Portugis hingga Belanda menaruh rasa tertarik untuk mengeksplor wilayah sunyi kepulauan Nusa Tenggara Timur; menurut pencatatan sejarah ketika kapal Santa Catarina milik kerajaan Portugis melintasi perairan di tenggara pada penghujung musim penghujan setelah berminggu-minggu berlayar meninggalkan Malaka menuju Banda Naira, secara takjub para pelaut dari atas geladak kapal melihat hamparan bibir pantai yang ditumbuhi bunga-bunga liar serta menghirup harumnya tanah Nusa Tenggara Timur, sontak terlontar kata dari mulut sang nahkoda Antonio de Abreu "Cabo das Flores" Tanjung Flores[i]. Dalam penggunaan kosa kata latin pada  kelompok penutur masyarakat di wilayah Eropa yang secara langsung terpengaruh pada akar kata bahasa latin, 'Flores' diartikan sebagai bunga.

Perjalanan Abreu bersama para awaknya mungkin cukup melelahkan setelah berhari-hari bertarung melawan gelombang di laut Jawa dan selat Sape, ketika penampakan Tanjung Flores seperti memberi  harapan bagi mereka sebelum melanjutkan perjalanan melintasi kerasnya laut Aru di timur. Mungkin Abreu berpikir Cabo das Flores itu seperti Cabo da Boa Esperanca-Tanjung Harapan Baik di Afrika milik Bertolomeus Dias yang termasyur. Semenjak saat itu setelah Abreu menyebut sebagai Cabo das Flores, seorang pedangan dan pelaut asal Inggris S M Cabot menamai pulau ini sebagai Flores,  maka demikianlah pulau ini selanjutnya digunakan oleh orang-orang asing.

Sebelum Cabot memberikan nama pada pulau Flores, masyarakat lokal sedari dulu menyebut pulau tersebut sebagai Nusa Nipa atau pulau ular yang dianggap merupakan representasi dari kebudayaan masyarakat setempat. Flores daratan sebagai salah satu pulau terbesar di Kawasan Nusa Tenggara Timur memiliki setidaknya enam kebudayaan pada kelompok masyarakat, tersebar disembilan kabupaten yang ditandai dengan penggunaan bahasa lokal sebagai alat komunikasi sehari-hari yaitu kebudayaan masyarakat Lamaholot di Kabupaten Flores Timur, kebudayaan masyarakat Sikka di Kabupaten Sikka, kebudayaan masyarakat Ende-Lio di Kabupaten Ende, kebudayaan masyarakat Nagekeo di Kabupaten Nagekeo, kebudayaan masyarakat Ngada di Kabupaten Ngada, serta kabudayaan masyarakat Manggarai yang tersebar ditiga kabupaten yakni kabupaten Manggarai Timur, Kabupaten Manggarai dan Kabupaten Manggarai Barat. Selain pengguanaan bahasa lokal, motif tenun ikat dan tenun songket menjadi ciri visual dari kelompok budaya masyarakat yang mendiami pulau Flores.

Wajah pulau Flores kini telah berubah seturut kemajuan tatakelola pemerintahan dan perkembangan masyarakat, ditandai dengan akses jalan yang menghubungkan satu kabupaten dengan kabupaten lain. Akses jalan antar kabupaten ini membantu pemerintah daerah khususnya masyarakat setempat untuk mengembangkan dan mempromosikan destinasi wisata dan kebudayaan setiap daerah serta memudahkan para pengunjung atau pelancong dari luar daerah yang hendak mengunjungi destinasi wisata di sepanjang lintasan ring of fire pulau Flores.

Mungkin saya ada salahnya namun seingat saya semenjak pemerintah daerah mengadakan ajang akbar Sail Komodo tahun 2013 dan Tour de Flores pada tahun 2016 Flores mulai berbenah, hingga kini pulau Flores semakin siap menyambut para wisatawan yang berkunjung ke nusa bunga berkat perbaikan dan pembangunan insfrastruktur transportasi untuk menunjang arus kedatangan wisatawan.

Pulau Flores, pulau terpencil yang tersembunyi di ujung tenggara perairan Indonesia telah siap menyambut para petualang dan penikmat wisata alam. Tentunya jadi keuntungan bagi para pencinta kendaraan roda dua bila ingin langsung bersentuhan dan menyapa alam Flores serta berinteraksi dengan penduduk lokal. Aspal hitam membentang sepanjang lintasan selatan pulau ini dari Nagi (Flores Timur) hingga Labuan Bajo (Manggarai Barat). Tak perlu kawatir bagi teman-teman yang ingin menyusuri lintasan panjang ini, akan ada banyak kemudahan dan keramahan penduduk pulau ini yang dengan ramah menyambut orang asing.

salah satu sudut kota Maumere (doc. pribadi)
salah satu sudut kota Maumere (doc. pribadi)

Pada suatu penghujung musim penghujan pada awal bulan Maret, saya coba menantang diri saya untuk melakukan perjalanan bermotor lintas Flores dan saya mumulainya dari pelabuhan Waibalun di ujung timur pulau Flores tepatnya kabupaten Flores Timur, setelah semalaman berlayar menggunakan kapal Very Penyebrangan antar pulau dari Kupang di pulau Timor menuju Nagi. Dari Waibalun kita langsung mendapati jalan trans Flores yang akan menuntun para pengendara menuju kebupaten lain yang ada di pulau ini. Lintasannya baik namun perlu hati-hati dikarenakan badan jalan yang tak cukup lebar, namun membantu para pengendara sembari berkendara menikmati suguhan laut biru dan gugusan pulau-pulau kecil pada perjalanan menuju kabupaten Sikka. Di pulau ini tak banyak kita temui lintasan lurus, lintasan berkelok menjadi ciri khas jalan trans Flores ini dikarenakan keadaan pulau Flores yang berbukit-bukit menjadikan lintasan trans Flores menyesuaikan dengan kondisi wilayah perbukitan ini.

Alam pulau Flores (doc. pribadi)
Alam pulau Flores (doc. pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun