Mohon tunggu...
ADE SETIAWAN
ADE SETIAWAN Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Kepala Puskeswan Pandeglang

All is Well

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesan untuk Guru di Hari Guru Nasional

26 November 2023   09:44 Diperbarui: 26 November 2023   09:48 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Bungsu dan Keluarga (Dok. Mutiara Ulafa)***

Tiga hari lalu, sebelum Hari Guru Nasional 25 November 2023 saya menulis disini, suatu topik pilihan tentang pentingnya kolaborasi orang tua dan guru.

Tema Pendidikan anak memang selalu menarik untuk diperbincangkan baik oleh pengamat, kalangan pendidik dan atau guru, orang tua, maupun peserta didik itu sendiri.

Ya, menarik dan aktual lantaran setiap para orang tua  adalah pendidik. Pendidik dalam artian mempunyai kewajiban untuk mendidik anak. Sebagaimana diajarkan dalam Islam bahwa keluarga adalah sekolah pertama bagi anak. Oleh karenanya, setiap Ibu ibarat guru bagi anak-anaknya. Dan ayah adalah seperti kepala guru dari guru anak-anak. Jadi, sesungguhnya disitu ada peran orang tua -- yang besar -- dalam mendidik anak dalam konteks yang sangat luas.

Waktu itu saya memberi judul tulisan secara spontan "Demi Masa Depan Anak, Guru dan Orangtua Dituntut Kompak" lantaran sangat pentingnya kolaborasi itu, mengingat kedua pihak -- guru - mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai pendidik di lingkup sekolah, dan -- orang tua -- mempunyai peran tersendiri dalam keluarga sebagai pendidik anak.

Dibagian sub kesimpulan tulisan itu saya menyampaikan pentingnya komunikasi yang lebih intens dilakukan antara guru dan orang tua. Kuncinya adalah komunikasi. Komunikasi. Dan komunikasi, untuk meningkatkan kolaborasi antara orang tua dan guru.

Dengan kolaborasi yang berkualitas antara guru dan orangtua tujuan yang ingin dicapai dalam Pendidikan anak dapat dicapai. Tidak sekedar mengoptimalkan kemampuan akademis anak. Tapi juga membangun mental sang anak, hingga membentuk karakter inter-personal anak dalam bersikap dengan orang lain.

Belakangan saya kemudian teringat ada yang terlupa ditulis dalam artikel "Demi Masa Depan Anak, Guru dan Orangtua Dituntut Kompak" yakni peran anak.

Ya!, Namanya juga kolaborasi perlu kerja sama untuk mengatasi persoalan secara bersama-sama. Termasuk melibatkan peran anak. Setidaknya menanyakan apa keinginan sang anak terhadap Sang Guru atau pendidiknya di sekolah. Sehingga kolaborasi guru dan orang tua menjadi lebih efektif.

Inilah yang saya lakukan. Sehari sebelum Hari Guru saya mengirim pesan singkat via chat whatsapp kepada seluruh putra-putri saya. Baik yang sudah kerja, sedang kuliah, SMA, SMP dan Si Bungsu yang masih duduk di sekolah dasar (melalui ibunya).

Pertanyaan dalam pesan tersebut sekira belasan item (pertanyaan terbuka), tapi yang akan saya tulis disini adalah hanya sebagian kecil, beberapa tentang pesan dan kesan serta pelajaran dan sosok guru favorit. Saya meminta mereka mengirimkan jawaban di tanggal 25 tepat di Hari Guru Nasional (HGN).

Baca : Demi Masa Depan Anak, Guru dan Orangtua Dituntut Kompak

Pesan dan Kesan Untuk Para Guru di Hari Guru

(Dokumentasi Pribadi)
(Dokumentasi Pribadi)

Hari itu, Sabtu 25 November 2023 adalah Hari Guru. "Selamat Hari Guru!" itu tutur mayoritas para murid dan mantan murid kepada gurunya ketika menjawab pertanyaan pesan dan kesan di hari guru.

Ada beragam respon tambahan lainnya yang ditujukan kepada Sang Guru dihari itu. Disini saya tulis -- copas - seadanya saja ya! "bapak ibu guru adalah orang yang sabar dalam mendidik", "tetap semangat walau kami sering membuat ibu bapak guru Lelah", "Untuk para guru lebih semangat lagi mendidik murid-muridnya karna murid adalah masa depan bangsa, yang mungkin akan menggantikan para guru kemudian hari",

"Semoga selalu bahagia", "Semoga semua guru yang ada di Indonesia selalu sehat dan semangat dalam mengajar para murid murid nya",

"Semoga Bapak dan Ibu guru selalu sehat dan semangat untuk memberikan pendidikan terbaik bagi penerus bangsa ini sehingga terbentuk generasi yg berkarakter dan berkualitas,", "Terimakasih banyak untuk para guru sudah menjadi suritauladan dan orangtua terbaik di sekolah,", "Susah senang sedih dan gembira dilalui bersama", "Maaf karena banyak mengeluh". "maaf karena selama belajar tidak maksimal semoga jasamu menjadi ladang pahala di akhirat kelak. Aamiin".

Respon tersebut membanggakan saya. Lantaran betapa teramat besar do'a dan harapan mereka terhadap para guru yang selama ini telah mendidiknya di sekolah. Dan sejauh ini harus diakui peran dan jasa guru memang tak kan terbalaskan. Ya!, Diakui baik bagi yang sedang belajar di kelas maupun para mantan-mantan murid. Mangkanya, trofi "Pahlawan tanpa tanda jasa" masih relevan disandangnya.

Siapa Mereka yang Perlu Tanda Jasa?

Pelajaran Favorit dan Guru Idola

Si Bungsu dan Keluarga (Dok. Mutiara Ulafa)***
Si Bungsu dan Keluarga (Dok. Mutiara Ulafa)***

Yang lebih membanggakan bagi saya adalah ternyata disetiap murid -- anak saya - punya mata pelajaran favorit yang beragam pula (Matematika, IPA, Olah Raga, Konke TKJ). Sepertinya sesuai dengan minat dan bakat serta prestasi dibidangnya masing-masing.

Pastinya, favorit ini adalah sesuatu yang mereka sukai. Dan saya yakin disinilah potensi besar yang akan menjadi benih prestasi mereka sesungguhnya yang harus ditumbuhkembangkan. Dan saya pun terharu, lantaran disetiap ragam pelajaran favorit mereka, ada guru favorit dibelangnya.

Berdasarkan pengalaman para murid dalam berinteraksi (proses belajar mengajar) menerima mata pelajaran favorit itulah kemudian muncul, mereka disebut guru ideal. Lalu, apa yang dikata para murid tentang Sang Guru yang menjadi idolanya?

Menurut para murid, guru yang ideal yang menjadi idolanya itu memiliki makna beragam, "guru yang tidak memberatkan murid", katanya.  "Gurunya Baik", ujar yang lainnya. "Asik mengajar nya terserah kita" tambah yang lain, hingga "Guru yang bisa membuat muridnya sukses" tutur anak-anak saya.

Adapun menurut jawaban si sulung "Guru Ideal menurut saya : guru yang mampu memberikan metode pembelajaran yg efektif, inovatif, tegas namun menyenagkan," kata Mutiara Ulfa melalui pesan singkat whatsapp yang saya kutip copas.

Dilema Netralitas ASN Jelang Pemilu!

Kritik Mendidik ala "Bollywood" 3 Idiot

Foto : Dokumentasi Pribadi
Foto : Dokumentasi Pribadi

Tiga (three) Idiots adalah sebuah film yang pada bagian tertentu berkisah tentang  gambaran kondisi dunia pendidikan saat ini. Saya dan keluarga sudah menontonnya. Bahkan lebih dari sekali. Bersama-sama pula. Alur ceritanya ada kritik menarik, diselingi kelucuan dan humor tingkat tinggi, sehingga menginspirasi bagi siapapun yang menonton.

Film ini -- Bollywood -- yang menceritakan tentang tiga pelajar yang sedang menjalani Pendidikan di suatu sekolah yang menerapkan sistem Pendidikan yang otoriter, dan jauh dari kata merdeka atau bebas.

Disini kritik yang membangun sistem pendidikan disuguhkan melalui cerita dibungkus dengan unsur komedi. Sehingga seperti menggambarkan "realitas" di dunia pendidikan yang sebenarnya.

Berikut cuplikan sejumlah episode yang mendeskripsikan kritik membangun yang terkandung dalam film 3 Idiots:

Baca juga : Ini 5 Hal dalam UU ASN Baru yang Perlu Diketahui, Berikut Penjelasannya!

Sistem Pendidikan Berfokus Kompetisi, Sarat Hukuman, dan Penuh Senioritas

Foto : Dokumentasi Pribadi
Foto : Dokumentasi Pribadi

Saat memulai masa awal perbelajaran, kepala dari sekolah dari tiga pelajar tersebut mengatakan "Hidup adalah sebuah perlombaan, jika Anda lambat, maka Anda akan terinjak-injak" dengan kata lain, jika seorang pelajar tidak mampu bersaing dengan teman yang lain, maka ia akan kalah dan tersingkir.

Pada praktiknya, dengan sistem pendidikan seperti ini, akan membuat pelajar hanya berfokus bagaimana mereka harus mendapat nilai baik dan mengalahkan sesama pelajar yang lain. Mereka tidak lagi menikmati proses belajar dan momentum untuk menggali informasi dari apa yang dipelajarinya. Kisah tersebut jika dikaitkan dengan kritik Pendidikan kondisi sekarang, banyaknya pelajar yang bunuh diri lantaran tidak mendapatkan nilai yang diharapkan dan kemudian sang pelajar prustasi.

Sistem sekolah disini diceritakan layaknya bagai penjara yang mematikan kreativitas dan inovasi peserta didiknya. Mereka hanya akan tumbuh menjadi seorang penghafal dan minim rasa penasaran dalam dirinya. Padahal, sekolah harus menjadi jembatan untuk mendengarkan, memperlihatkan dan mengenalkan ilmu dan realita baru untuk muridnya.

Secara tidak sadar tradisi Pendidikan yang penuh perundungan dari senior kepada junior dianggap sudah "dilegitimasi" dengan alasan untuk melatih kedisiplinan melalui cara-cara yang keras, kasar dan tidak bermoral. Seolah-olah hal tersebut bukan lagi sebuah tindak kekerasan dan menjadi hal yang wajar. Padahal seharusnya, pendidikan harus bebas dari perundungan dan tindakan semena-mena, pendidikan harusnya mengalokasi rasa penasaran peserta didik akan suatu ilmu pengetahuan. Bukan sebaliknya.

Kritik dan pesan yang disuguhkan dalam kisah-kisah perjalanan tiga pelajar dari film ini diantaranya penegasan ulang kepada tujuan utama pendidikan yang seharusnya mampu memandang manusia sebagai makhluk yang bebas dan tidak terbatas oleh suatu ruang dan waktu. Kritik dan pesan yang ingin disampaikan dalam film three Idiots sangat relevan dengan kondisi pendidikan di Indonesia saat ini yang haus akan sistem yang merdeka dan berpihak pada peserta didik.

Semoga momentum Hari Guru Nasional semakin memperteguh sistem pendidikan Indonesia yang sesuai dengan falsafah dan budaya serta perkembangan zaman.

"Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani" -- Ki Hajar Dewantara

25.11.2023 : Selamat Hari Guru Nasional 2023!

Salam Kompasianer Ade Setiawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun