Aparatur Sipil Negara ASN Harus Siap Ditempatkan di Mana Saja
Baru-baru ini saya menerima chat WhatsApp dari si putri sulung, anak pertama saya yang meminta doa agar lulus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). "Tgl 25 kk tes p3k meskipun formasinya cuma 2 doakan kk sama aa yaaa," begitu bunyinya.
Saya menjawabnya standar saja "Sebagai orang tua pasti mendoakan dan merestui" Menyontek perkataan "presiden kita" ketika ditanya perihal putra sulungnya yang mendaftar menjadi cawapres. hehehe
Saya maklum jika antusiasme untuk menjadi ASN masih besar. Meski formasi sedikit dan harus bersaing ketat melalui seleksi untuk mengisi 2 formasi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). "Do'a terbaik untukmu Nak!," dalam hati.
Beda si putri sulung yang berminat -- banget -- menjadi ASN, putra "runner-up" saya justru lebih antusias menjadi wiraswasta. Saya pun mendukungnya. "Sebagai orang tua pasti mendoakan dan merestui" jawaban saya lagi-lagi serupa seperti gaya "presiden kita".Â
Bedanya putri sulung saya menjawab via chat. Sedangkan putra "runner-up" saya jawab langsung ketika sang putra sulung berkesempatan pulang pada minggu, kemarin.
Kepada sang putra, saya katakan kalau ingin menjadi orang kaya -- banyak duit - memang sebaiknya jangan jadi ASN. Jadilah pengusaha!
Pun demikian, saya menghargai pilihan hidup keduanya. Semuanya baik. Yang penting luruskan niatnya. Bekerja apapun itu harus menjadi ibadah. Kataku menasihati sang buah hati.
Baca juga :Â Puskeswan Pandeglang, Ujung Tombak Pelayanan Kesehatan Hewan
Fenomena Menjadi ASN
Saya adalah ASN. Begitupun Istri. Kedua orangtua juga ASN dulu disebut pegawai negeri sipil (PNS). Kakek pun ASN. Sepengetahuan saya dan yang kami rasakan menjadi ASN biasa saja.Â