Tadi siang, secara tidak disengaja aku menemukanartikel yang berjudulMenggugat Lomba Menulis di Kompasiana yang diposting olehKimi Raikko. Artikelnya lebih berupa kritik pada admin yang menginginkan, admin tidak menjadikan lomba-lomba menulis artikel yang ada di kompasiana sebagai salah satu bentuk feed back secara materi kepada kompasianer dan agar admin menampilkan hasil penjurian agar lomba berlangsung secara transparan. Menurutnya banyak yang sudah bangkotan di kompasiana malah jarang yang memperoleh hadiah lomba. Ini artinya lomba bukan sebuah bentuk apresiasi terhadap anggota kompasiana, lomba adalah ajang promosi produk sponsor.
Sampai artikel ini ditulis, setidaknya ada 170 pembaca dengan 143 komentar termasuk komentar jawaban dari sang penulis sendiri. Statistik yang cukup pantastik menurutku. Meski disitu ada juga yang menyindir apakah ini termasuk barusan sakit hati? dengan tegas sang penulis membantah dan dia mengaku tidak tertarik dengan lomba-lomba yang menggunakan sponsor tersebut.
Aku salut dengan kompasianer demikian yang mempertahankan idealismenya sebagai jurnalis. Namun tidak dengan para komentatornya yang menurutku sebagian besar memang barisan sakit hati karena merasa sudah senior di kompasiana, sudah lama jadi penulis tapi tak bisa menang lomba. Aku sendiri tidak menganggap mereka tak pandai, tapi sepakat dengan satu komentar lain yang mengatakan ‘mungkin lomba bukan keahlian mereka’. Dialog tertulis itu skemudian mendingin setelah admin Iskandar Zulkarnaen memberikan klarifikasi mengenai lomba yang dimaksud.
Kemudian aku juga menemukan postingan lainyang berjudul Jangan Kotori Kompasiana dengan Iklan yang ditulis Taryadi Sum yang merupakan JUARA 1 lomba Maag dan Gaya Hidup. Meskipun dalam artikelnya menyebut sebagai pelengkap informasi, namun aku melihatnya artikel itu dimaksudkan sebagai penyeimbang artikel di atas, karena diskusinya sudah mengarah kepada memojokkan admin. Tapi sayang, pengunjung dan komentarnya tidak sebanyak yang di atas tadi karena pembacanya cuma 50 orang dan 13 komentar. Mungkin karena nama Taryadi Sum tidak sepopuler Kimi Raikko.
Padahal jika membaca artikelnya, ia terkesan lebih bijak karena sebagai pemenang lomba ia juga tidak menyukai halaman kompasiana ini dikotori oleh iklan (saya menafsirkannya sebagai artikel lomba yang menjilat bin lebay) karena dengan demikian kompasiana menjadi terlihat seperti pamflet. Tapi ia tidak mencaci atau menjelekkan yang lain, Â malah berbagi tips agar artikel lomba berikutnya tidak lebay sehingga lebih banyak artikel bermutu yang ikut serta.
Sebagai kompasianer baru, aku terus terang sangat kaget dengan perdebatan itu. Tapi seperti kata para senior lain mengatakan, inilah warna-warni kompasiana. Ada yang lebay, ada barisan sakit hati, ada yang bijak, ada yang tak peduli dan ada yang mau tapi malu seperti aku.
Mohon maaf jika aku salah menilai. Terima kasih buat Kimi Raikko dan Taryadi Sum, juga Admin Iskandar Zulkarnaen yang telah mebuka cakrawalaku tentang lomba menulis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H