Mohon tunggu...
Ade Ariyo Yudanto
Ade Ariyo Yudanto Mohon Tunggu... -

Orang hebat adalah orang yang siap menerima skenario terburuk dalam hidupnya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukah 'Indonesia' Berubah Menjadi 'Nusantara'?

8 November 2015   08:32 Diperbarui: 8 November 2015   08:32 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apalah arti sebuah nama ungkapan ini sering kita dengar keluar dari mulut orang-orang disekitar kita. Arti sebuah nama? Bagi beberapa orang mungkin tidak berarti, dan bagi sebagian lagi mungkin sangat berarti karena menyangkut identitas dan simbol diri. Dalam Islam nama adalah sebuah doa. Jadi tidak boleh sembarangan memberikan nama. Apabila nama yang diberikan orangtua kepada anaknya baik, maka mereka mendoakan sesuatu yang baik untuk anaknya. Begitupun sebaliknya. 

Begitu pula dalam budaya Indonesia pada umumnya apabila seorang anak dari lahir hingga balita mengalami sakit terus menerus dipercaya bahwa nama tersebut tidak sesuai atau istilahnya keberatan nama. Dan nama tersebut harus diganti. Lantas bagaimana dengan nama sebuah negara? Khususnya Indonesia?

Perlu diketahui bahwa pada zaman dahulu negara Indonesia kita tercinta ini pernah disebut dengan berbagai nama. Mulai dari Nan-hai atau Kepulauan Laut Selatan oleh orang Tionghoa, Dwipantara atau Kepulauan Tanah Seberang dalam catatan India, Jaza’ir al-Jawi atau Kepulauan Jawa oleh orang Arab. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil Jawa oleh orang Arab, bahkan bagi orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Para pedagang di Pasar Seng, Mekkah menyebut, "Samathrah, Sholibis, Sundah, kulluh Jawi” atau “Sumatra, Sulawesi , Sunda, semuanya Jawa”.

Ketika tanah air kita dijajah oleh bangsa Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch- Indie atau Hindia Belanda, sedangkan pemerintah pendudukan Jepang memakai istilah Hindia Timur atau To-Indo. 

Nama Indonesia sendiri berasal dari James Richardson Logan, seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Pada sebuah artikel Logan pun menyatakan perlu nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago (Kepulauan Hindia) terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang George Samule Windsor Earl seorang ahli etnologi Inggris yang sebelumnya mengusulkan nama Indunesia atau Malayunesia (Yang lebih memilih nama Melayunesia). Dan huruf 'u' digantinya dengan huruf 'o' agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa. Intinya nama Indonesia adalah pemberian dari orang asing.

Menurut Arkand Bodhana Zeshaprajna, seorang Doktor lulusan University of Metaphysics International Los Angeles California, bila nama Indonesia tetap dipertahankan bakal menghasilkan sebuah kehancuran di negeri ini. Nama bukanlah sekadar kata atau kumpulan kata, melainkan mengandung ideasi dan energi. Ilmu fisika menyebut energi bersifat kekal, tidak bisa diciptakan dan tidak bisa dimusnahkan. Segala sesuatu di alam semesta ini memiliki energi, termasuk nama.

Dalam pandangan metafisika, nama Indonesia hanya memiliki Synchronicity Value sebesar 0.5. Synchronicity Value adalah paramater dalam Arkand secret code untuk menganalisa sebuah nama. rentang Synchronicity Value berada di kisaran 0,05 hingga 1,0. Sedangkan Synchronicity Value yang positif berada di angka 0,8 hingga 1,0. Paramater lain yang digunakan Arkand adalah Coherence Value. Coherence Value menunjukkan struktur kode-kode dalam diri sendiri yang saling berkaitan satu dengan kode yang lainnya. Rentang Coherence Value berada di kisaran 0,1 hingga 1,0. Sedangkan nilai positifnya di kisaran 0,7 hingga 1,0. Dari pengamatannya Indonesia hanya memiliki Coherence Value sebesar 0,2. Nanti satu kata menambahkan, kata Viranegari untuk mengoptimalkan. Jadi di depan Nusantara ditambah Viranegari. Arkan juga mengusulkan kata 'Viranegari' untuk ditambahkan didepan kata Nusantara untuk mengoptimalkan, sehingga namanya lebih baik. Ia memprediksi bahwa negara ini akan hancur pada tahun 2023, jika tetap teguh menggunakan nama Indonesia

Sebenarnya mengganti nama sebuah negara bukanlah hal yang baru karena beberapa negara telah merubah namanya. Sebut saja Siam menjadi Thailand, Burma menjadi Myanmar, East Pakistan menjadi Bangladesh, Zaire menjadi Republik Demokratik Kongo ,dll. Dan Nama Nusantara sudah begitu melekat dalam diri bangsa ini bahkan sejak zaman kerajaan Majapahit oleh Patih Gajah Mada dalam sumpah palapanya. Nama Nusantara berasal dari dua kata bahasa Sanskerta, yaitu nusa yang berarti pulau dan antara yang berarti luar. Nusantara digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar Majapahit (Jawa). 

Jadi Bagaimana pendapat anda para pembaca? Perlukah Indonesia yang sedang sakit-sakitan ini mengganti namanya dari Republik Indonesia menjadi Virenegari Nusantara?

*Dari berbagai sumber

*Gambar : Google Image

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun