Bila beberapa hari ini tim sukses calon ketua umum PSSI bergerilya ke seluruh Indonesia, saya dan mitra saya Coach Frans justru bergerilya ke Johor, Malaysia, 1-2 November 2016. Kami datang ke Johor berkostum polo shirt seragam PSSI Batam!
''Nak jumpa pengurus bola di Masai.'' Itu jawaban saya ketika petugas imigrasi di Pelabuhan Pasir Gudang, Johor bertanya.
Beda layanan imigrasi di sini ketimbang Pelabuhan Situlang Laut, pelabuhan lain di Johor. Petugas imigrasi dengan enaknya memainkan handphone saat atur barisan antri. Mata mereka seakan mengganggap remeh. Seakan kita yang datang ke negeri itu, TKI yang pantas dicurigai. TKI pun selayaknya juga tak dibegitukan karena TKI justru yang membantu ekonomi Malaysia bergerak.
'''Sudah nunggu mereka di luar,'' saya menegaskan ketika sang petugas seperti heran, saya menyebut pengurus bola di Masai.
Ya, Masai bagian dari daerah di Johor. Bisalah kita sebut kecamatan. Kebetulan pekan sebelumnya, ada yang ''menemukan'' orang kampung saya yang jadi pemilik klub bola di Masai. Nah saya berkunjung, dengan banyak misi. Selain silaturahmi juga cari peluang kerjasama bikin event usia dini tapi yang bisa kami balik hari. Seperti sering kami lakukan bila ke Singapura.
Rupanya, orang kampung saya ini memang sudah sukses. Setidaknya terlihat dari tiga mobil yang di parkir di rumahnya. Tak sia-sia dia merantau sejak tahun 80-an. Dia bersama istri dan lima anaknya penyokong (suporter) fanatik klub yang baru saja menjuarai Liga Super Malaysia, Johor Darul Takzim (JDT). Dia punya kartu member sekaligus kartu nonton JDT setahun yang harganya RM1200 (Rp4,2 juta). Dia juga punya potongan koran Malaysia yang memperlihatkan dia bersama anaknya bersorak ketika mendukung JDT. Tentu saja, dia punya jersey JDT yang original bukan KW.
Kami pun diajak melihat tempat latihan JDT yang tak jauh dari rumahnya. Hanya sempat berfoto di pintu gerbang karena tempat itu tutup. Pemain diliburkan menyusul semua kompetisi 2016 telah berakhir. Hanya bisa lihat dari pagar, ada dua lapangan latihan. Yang terbuka dan tertutup, digunakan jika hujan.
Seterusnya mobil Mercy orang kampung saya itu bergerak ke lain tempat. Melewati rumah pemilik JDT, sang pangeran Tunku Mahkota Ismail. Di depan rumahnya ada lapangan mulus. Tapi itu bukan untuk bola, melainkan polo, olahraga kegemaran pangeran.
Nah, mana lapangan untuk misi saya? Saya sudah setuju di lapangan latihan Balau Perdana FC, milik orang kampung saya  itu. Mereka gunakan tanpa dipungut sewa. Walau katanya, jika mereka bertanding tak pernah pakai lapangan yang terletak di Rumah Susun (Rusun) Balau itu. Lapangannya mirip seperti di Rusun Sekupang yang tak jauh dari rumah saya di Batam.
Bagi saya lapangan itu sudah sangat layak. Lagian gratis dan tak akan menambah biaya jika orang kampung saya itu bikin event. Tentu saja akan berimbas pada biaya yang akan kami sharing ke orang tua siswa Sekolah Sepak Bola (SSB) Erdeka Muda (milik Batam Pos Grup). Misi gerilya dengan menginap satu malam itu setengah sukses karena terbayang pahe (paket hemat), tinggal action saja. Heee...heee. ####
(Penulis Ade Adran Syahlan bermukim di Batam. Dapat dihubungi melalui akun twitternya @adesyahlan. Tulisan ini telah terbit di koran Batam Pos edisi Minggu 6 November 2016)