Berita media yang paling malas saya baca tentang Batam adalah soal pembagian wewenang Pemerintahan Kota (Pemko) Batam dan Badan Pengusahaan (BP) Â Batam. Bila hari ini A kata Pemko, besok dibalas B oleh BP. Biasanya saya baca judul saja. Tapi saat bahas pelimpahan aset, saya tuntaskan, namun kecewa.
Tak ada sang Walikota Rudi menyebut satu pun sarana olah raga yang bakal dilimpahkan ke Pemko. Padahal sudah lama pengurus olahraga di Batam dan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) menginginkan Stadion Temenggung Abdul Jamal dikelola Pemko atau Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Kepri. Suara keinginan itu makin optimis seiring ''wajah baru'' BP Batam. Apa daya, setakat ini keinginan itu masih harus diperpanjang agar terwujud.
Sebenarnya, jikapun Temenggung berpindah ke Pemko belum tentu juga bagus mengelolanya. Tapi setidaknya, tentu Pemko tak akan mengulangi hal sama yang diperbuat BP. Rumput yang tidak terawat. Sehingga legenda sepak bola Singapura, Fandi Ahmad  terheran-heran. Saat dia bawa klub Pelita Jaya berujicoba tahun 2008 masih dikategorikannya bagus, tapi saat bawa anak-anak SSB-nya bertanding 2012, dia geleng-geleng kepala. "Kok bisa bergelombang lapangan ini. Dulu bagus,'' katanya. Hingga tahun 2016 ini, jika Fandi datang, saya rasa, masuk stadion saja dia enggan.
Scott McIntyre, seorang jurnalis sepak bola Australia telah menuliskan pengalamannya ''menikmati'' Stadion Temenggung pada Januari 2016 di media fourfourtwo.com yang rilis 14 Mei 2016. Meski kedatangan Scott dan tulisannya terbit rentang empat bulan, tapi kata-kata dalam tulisan itu tetap sama buruknya dengan kondisi Temenggung saat ini. Ditambah lagi dengan foto rumput memprihatinkan dan kursi penonton yang copot.
Cuma Scott pintar, dia tak menuliskan apa yang dikatakannya pada saya dan Frans Sinaga yang menemaninya ke Temenggung. ''Tak saya kira, di Indonesia masih ada stadion yang lebih jelek dari negara Bangladesh.''
Bila dikelola dengan baik, Temengung berpotensi menjadi markas klub Divisi Utama (DU). Tanpa banyak publikasi sudah banyak yang mengincar stadion ini. Tapi akhirnya, hanya tinggal survei. Lalu tim DU itu terbang ke kota lain.
Letak Temenggung yang agak di perbukitan, bisa mensortir penonton yang masuk lebih dini jika memang sangat ramai. Bila ditambah tribun terbuka yang dibatasi pagar pengaman memadai, maka faktor keamanan terpenuhi. Tinggal soal rumput lapangan, ruangan ganti pemain dan tentu saja tempat duduk tribun tertutup maka Temenggung bisa dibikin lebih bagus dari Stadion Agussalim di Padang, markas klub ISL, Semen Padang. Tambahan lagi, beberapa ruangan bisa dijadikan kantor pengurus cabang olah raga (cabor) bukan hanya sepak bola.
Sepertinya, keinginan pejabat Pemko Batam agar sama dengan keinginan pengurus olah raga Batam untuk mengelola Temenggung harus digelorakan. Setidaknya dimulai dari Walikota-nya. Sama yang kini dilakukan Gubernur Kepri Nurdin Basirun yang ingin mendirikan stadion bertaraf internasional di Dompak, Tanjungpinang. Keinginginan Nurdin itu merembes ke bawah.
Saya senang baca berita media ketika pejabat di bawah Nurdin sudah merasakan semangat keberadaan adanya stadion yang bermulti ganda itu. Kira-kira seperti ini pernyataannya,''kita dekat perbatasan Singapura dan Malaysia. Jika ada stadion bagus, tentu mereka mau bermain di sini dan itu mendatangkan wisatawan.''
Semoga tertular semangat itu ke pejabat Pemko Batam. Yang tak perlu mendirikan stadion internasional lagi, tapi mengambil pelimpahan wewenangnya. ###
(Penulis Ade Adran Syahlan. Dapat dihubungi melalui akun twitternya @adesyahlan. Tulisan ini telah terbit di koran Batam Pos edisi Minggu 12 Juni 2016)