Guru merupakan salah satu pemimpin pembelajaran. Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru berperan dalam membimbing, mempengaruhi, maupun mengkoordinasikan warga sekolah berkolaborasi dalam meningkatkan mutu pendidikan. Jika menggunakan sudut pandang sains, sekolah dapat diibaratkan sebagai suatu ekosistem yang terdiri dari komponen biotik (hidup) dan komponen abiotik (tak hidup). Faktor biotik yang ada dalam ekosistem sekolah, yaitu: murid, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, pengawas sekolah, orang tua/wali murid, masyarakat, pemerintah daerah, dan instansi-instansi terkait. Selain itu faktor abiotik juga berperan aktif dalam menunjang keberhasilan proses pembelajaran di antaranya: keuangan, sarana dan prasarana, dan lingkungan. Sekolah sebagai sebuah ekosistem maka seluruh sumber daya yang ada saling berhubungan saling ketergantungan antara komponen biotik dan abiotik sehingga mampu menciptakan hubungan yang selaras dan harmonis.Â
Dalam mengelola berbagai sumber daya di sekolah ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan yaitu pendekatan berbasis aset dan pendekatan berbasis kekurangan/masalah. Pendekatan berbasis aset merupakan suatu konsep yang berpikir dari segi kekuatan berpikir positif untuk pengembangan diri. Pendekatan berbasis aset merupakan cara mengidentifikasi  hal-hal yang positif, apa yang berjalan dengan baik, yang menjadi inspirasi, yang menjadi kekuatan ataupun potensi yang positif. Pendekatan berbasis kekurangan/masalah merupakan pendekatan yang fokus pada apa yang mengganggu, apa yang kurang, dan apa yang tidak berfungsi dengan baik. Contoh pendekatan berbasis kekurangan misalnya mengeluhkan fasilitas sekolah yang kurang atau tidak berfungsi dengan baik, media pembelajaran yang tidak lengkap, tidak memiliki alat dan laboratorium, tidak memiliki perpustakaan, dan lain lain. Setiap kekurangan yang dimiliki akan membuat kita berpikir negatif sehingga fokus kita adalah bagaimana cara mengatasi semua kekurangan saja, terkesan pesimis.Â
Pendekatan berbasis aset ini juga digunakan sebagai dasar paradigma inkuiri apresiatif. Inkuiri apresiatif merupakan suatu landasan berpikir yang fokus pada upaya kolaboratif menemukan hal positif dalam diri seseorang, organisasi, dan dunia sekitarnya, baik dari  masa kini, masa lalu, dan masa depan. Sekolah bisa kita pandang sebagai sebuah komunitas sehingga dalam mengelola sumber daya dapat menggunakan pendekatan pengembangan komunitas berbasis aset. Terdapat tujuh aset utama modal yang dapat dikembangkan di sekolah yaitu: modal manusia, modal fisik, modal sosial, modal agama/budaya, modal lingkungan/alam, modal finansial, dan modal politik.Â
Pemanfaatan sumber daya di sekolah dengan pendekatan komunitas berbasis aset, merupakan kekuatan dalam mengembangkan kemajuan sekolah yang bermanfaat bagi kemajuan belajar murid yang lebih berkualitas. Modal manusia seperti guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan tenaga kependidikan merupakan salah satu modal yang berkorelasi langsung pada peningkatan pembelajaran yang berkualitas. Kepala sekolah sebagai pemimpin sekolah dapat mendukung guru dalam peningkatan kompetensi misalnya mengikuti pendidikan guru penggerak, pendidikan profesi guru, maupun pelatihan-pelatihan dalam dunia pendidikan. Kepala sekolah dapat mendukung guru dan mengapresiasi guru yang melakukan inovasi, praktik baik, maupun segala bentuk kreatifitas guru dalam pembelajaran.Â
Selain itu korelasi antara modal manusia, agama/budaya, sosial, dan politik dapat mendukung peningkatan kemajuan pembelajaran murid. Kepala sekolah yang dapat berkolaborasi dengan instansi terkait dan mampu membentuk hubungan kerja sama yang baik tentu saja dapat mendukung perkembangan sekolah. Modal lingkungan sekolah yang kondusif dari segi alam dapat dimanfaatkan sebagai sarana belajar murid di luar kelas. Modal agama/budaya sebagai landasan keyakinan, karakter, dan nilai-nilai kebajikan yang mendukung pendidikan yang berlandaskan nilai-nilai kebajikan universal sangat mendukung kemajuan sekolah. Kemampuan pemimpin pembelajaran dalam melakukan kerja sama sosial yang baik maupun kondisi politik yang baik akan menciptakan pembelajaran yang aman, nyaman, menyenangkan dan berpihak pada murid. Pengelolaan keuangan dari berbagai sektor pendapatan yang dibuat sesuai prioritas dan kebutuhan sekolah dapat mendukung keberlangsungan proses pembelajaran menjadi lebih berkualitas. Dengan modal fisik yang dimiliki sebagai sarana prasarana pendukung sekolah dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai bagian dari kegiatan belajar yang mengajar yang berkualitas.
Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan merupakan suatu kegiatan menuntun segala kekuatan kodrat yang pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dengan pemanfaatan sumber daya di sekolah dengan pendekatan berbasis kekuatan aset maka diharapkan dapat terciptanya pembelajaran yang menyenangkan, berpihak pada murid, sesuai dengan kodrat alam dan kodrat jaman sehingga guru dapat secara optimal dalam menuntun dan menebalkan potensi yang murid miliki.
Sebagai pemimpin pembelajaran, pengelolaan sumber daya di sekolah dapat direncanakan secara mandiri, dilaksanakan secara berkolaboratif dengan seluruh pihak terkait, selalu melakukan refleksi sebagai perbaikan, dan menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat dan berpihak pada murid. Modal budaya yang positif di lingkungan sekolah merupakan salah satu faktor mendukung segala bentuk perkembangan murid dengan tujuan memanusikan manusia. Dengan pengelolaan berbagai sumber daya di sekolah, maka penerapan pembelajaran berdiferensiasi dengan tujuan mengakomodir seluruh keragaman murid dapat berjalan dengan lancar. Kemampuan mengontrol sosial emosional dalam diri perlu dimiliki dalam memimpin pembelajaran yang mampu mengelola sumber daya di sekolah dengan baik. Sehingga seorang pemimpin pembelajaran, dengan kemampuan sosial emosional yang baik diharapkan dapat mengambil keputusan dan kebijakan yang terbaik dengan mempertimbangkan berbagai langkah-langkah pengambilan keputusan dalam dilema etika.
Mungkin sebelumnya kita hanya berpikir mengenai kekurangan kita dan berpikir negatif mengenai kemajuan yang dimiliki, namun dengan pola berpikir pendekatan berbasis aset kita dapat menerapkan bahwa segala sesuatu harus dipikirkan dari segi positif. Bahwa dari sedikit kekurangan selalu ada sedikit kelebihan meskipun sederhana yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara optimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H