Mohon tunggu...
Ade puji Lestari
Ade puji Lestari Mohon Tunggu... Freelancer - aku perempuan

Mahasiswa di Universitas Indraprasta PGRI . jurusan PENDIDIKAN FISIKA semester 8

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seorang Anak

25 Februari 2019   15:52 Diperbarui: 25 Februari 2019   16:26 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id-id.facebook.com/islampos.global

Pada suatu hari ada seorang anak berdiri di pinggir pematang sawah. Tatapannya sepertinya kosong, karena dia berdiri disitu pukul 11.55 siang tepat beduk dhuhur akan dipukul. Karena aku melihatnya pukul 11.00 hampir satu jam aku terus memperhatikannya. Seorang anak masih terus saja berdiri di pinggir pematang sawah, tepat pukul 12.00 suara adzan terdengar. Aku meninggalkannya sebentar berharap pukul 12.20 selesai shalat aku tidak melihatnya lagi.

Lewat 20 menit kemudian, . .

Seorang anak masih saja berdiri di pinggir pematang sawah dan terik matahari semakin menyengat. Aku masih saja penasaran dengannya. Tapi ia sekarang tidak berdiri dengan dua kakinya, ia mengangkat satu kakinya dan kepalanya menengadah ke langit, seperti memohon sesuatu. Tapi ia memohon kepada siapa? Aneh atau bodoh.

"Aduh" seorang anak kecil menusuk pantatku. Menarik-narik sarungku sangat keras. Dia tidak dapat berbicara, sekali aku mencoba tidak memperdulikannya tetap saja menusuk-nusuk pantatku. Menarik-narik sarungku sampai ingin terlepas dari ikatannya, aku pun mengangguk dan mengikutinya.

Anak itu menarikku menuju pematang sawah, yang dimana berdiri seorang anak kecil tadi. Anak kecil tadi yang menarik sarunggku memberiku sebuah tulisan yang berisi " berikan aku penjelasan bagaimana caraku meminta maaf kepada almarhum ibuku, sebab selama ia hidup aku sangat durhaka padanya".

Seorang anak ini membuatku sedih, ternyata dia sangat tersiksa. Anak kecil yang bisu ini adalah adiknya, yang hanya bisa menangis sedari tadi menatapku. Karena aku pun sendiri sedih tak tahu harus berbuat apa. Seorang anak kecil yang aku lihat sadari tadi, masih saja berdiri menyiksa dirinya di bawah terik matahari. Aku masih berpikir bagaimana cara menggapainya, sedangkan aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun