Stunting merupakan 1 permasalahan yang harus menjadi perhatian besar terhadap pemerintah maupun masyarakat. Stunting merupakan momok besar yang harus  segera diatasi guna untuk terciptanya SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas dan unggul guna untuk membawa indonesia lebih maju di masa yang akan datang. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh yang di akibatkan oleh kekurangan gizi di 1000 hari pertama dalam kehidupan anak. 1000 hari pertama merupakan pintu pertama atau gerbang awal yang menentukan kesehatan anak baik atau tidaknya yang akan berdampak dalam  jangka panjang dari masa bayi, balita,remaja,dewasa hingga di masa tua nanti. Masa 1000 hari pertama ( 1000 HPK ) terdiri dari 270 hari selama dalam masa kandungan dan 730 hari dalam 2 tahun pertama kehidupan awal bayi, hal ini juga sering disebut sebagai periode emas si anak, mengapa ? sebab dampak akan 1000 HPK ini ialah jangka panjang yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya hingga ia menjelang dewasa. Jika seorang bayi mendapatkan asupan gizi yang baik pada 1000 hari pertamanya maka tumbuh dan kembang juga akan baik, hal ini dapat dilihat dari apakah pertumbuhan bayi tersebut melambat atau sesuai dengan umurnya , pertumbuhan gigi yang cepat serta kemampuan dan fokus serta memiliki kemampuan memori belajar yang baik, namun bagaimana jika 1000 hari pertama seorang anak tidak mendapatkan gizi yang baik atau cukup? sudah pasti, anak tersebut akan mengalami pertumbuhan yanglambat seperti Panjang badan atau Tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur anak dan jika di kaitkan dengan table z-score memiliki nilai kurang dari -2.00 sd/ standart deviasi. pentingnya peran orang tua dalam pemberian asupan anak dari sejak didalam kandungan dan 2 tahun pertama juga sangat menjadi perhatian publik yang dimana apabila seorang anak sudah tidak mendapatkan asupan yang baik sejak didalam kandungan dan 2 tahun pertama maka bisa jadi anak dapat di katagorikan kedalam golongan stunting.Â
Lantas Apa yang menjadi faktor penyebabnya ???
Jika dilihat dari pokok permasalaha awal ialah yang menjadi faktor utama penyebab stunting ini ialah asupan gizi anak sejak dalam kandungan hingga 2 tahun pertama kehidupan, oleh karena itu adanya penyuluhan tentang kesehatan ibu dan anak yang dimana pemerintah juga sudah menyiapkan 1 buku catatan yang berisikan upaya kesehatan ibu dan anak yang didalamnya terkandung bagaimana makanan yang baik untuk si ibu dan anak, apa saja upaya kesehatan untuk menjaga kehamilan. Jika seorang ibu hamil jarang atau kurang makan makanan yang bergizi pada saat masa kehamilan secara tidak langsung hal itu juga akan berdampak pada tumbuh kembang si anak ketika dalam masa kandungan, apabila seorang ibu memiliki pola hidup yang baik disaat sedang mengandung sudah pasti anak yang di dalam kandungannya akan mendapatkan nutrisi yang baik pula, namun jika pola hidup seorang ibu tidak baik dari awal kehamilan seperti makan makanan yang tidak bergizi hal ini akan berdampak pada janin seperti kurangnya asupan mineral dan vitamin yang akan memperngaruhi kondisi malnutrisi terhadap janin.Â
Namun pada usia berapa si anak dapat menunjukkan tanda-tanda stunting ?
Seorang anak dapat dikatakan stunting jika memiliki tinggi badan / panjang badan yang kurang ( bertubuh pendek dan sangat pendek ) pada usia dibawah 5 tahun yang dimana tanda-tanda tersebut muncul pada usia 2 tahun.
Lantas bagaimana sih kondisi stunting di indonesia?
Berdasarkan data SSGI atau Survei Status Gizi Indonesia tahun 2021 kasus stunting di indonesia turun menjadi 24.4 % . prevalensi stunting yaitu 20% yang merupakan selisih dari prevalensi terhadap batas masalah kesehatan. Bagaimana faktor penentu Dispansitas stunting di Indonesia?  Indonesia memiliki 3 katagori dalam penilaian status stunting yaitu >31.4 % tinggi, 15.7% -31.4 % sedang dan <15.7 % rendah. Jika di lihat dari dari prevalensi stunting yang bersumber dari SSGI 2021 yang merupakan badan survei secara nasional  yang berfokus pada status gizi balita seperti stunting, wasting, dan underweight, terdapat peta sebaran yang menunjukkan data prevlensi stunted ( Tinggi Badan Menurut Umur ) terdapat 6 provinsi teratas yang tergolong memiliki status tinggi dengan range 30-39 % yaitu NTB dengan prevalensi kasus sebesar  37.8% , NTB 31.4 % , Aceh 33.2 % , Sulawesi Tenggara 30.2 % , Kalimantan selatan 30% kemudian di ikuti Sulawesi Barat 33.8%.Â
Jika di lihat dari data perbandingan prevalensi balita stunted ( Tinggi badan Menurut umur ) berdasarkan Riskesdas tahun 2007,2013, 2018 , Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) 2019 dan SSGI 2021 terdapat penurunan angka yang didalamnya terdiri dari 2 katagori yaitu severaly stunted yaitu balita yang panjang badan atau PB/U dan  TB/U menurut umur kurang di banding standart baku WHO-MGRS ( Multicentre Growth Reference study )  terdapat 36.8 % di tahun 2007, 37,2 % ditahun 2013 dan 30.8% ditahun 2018 sedangkan menurut data SSGBI 2019 terdapat 27.7 % dan SSGI 24.4 % dapat disimpulkan bahwa angka prevalensi stunting dari beberapa tahun terakhir mengalami penurunan dari angka 36.8 % ke 24.4 % untuk balita dalam kelompok umur 0-59 bulan, namun untuk kelompok umur 0-23 bulan mencapai angka 20.8 %.Â
Dilihat dari data Bappenas 2020, paparan prediksi angka stunting untuk tahun 2020 yaitu 26.9 % dan di tahun 2021 berdasarkan data SSGI yaitu 24.4 % menurut skenario RPJMN menurun sebanyak 2.7 % pertahunnya.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa persentase prevalensi kasus stunting di indonesia sudah mulai menurun sejak tahun 2013 hingga tahun 2021 Â menujukkan bahwa upaya pemerintah dalam menekan kasus stunting dengan beberapa strategi yaitu pertama, Pencapaian rata-rata pertahun penurunan stunting sebesar 2,0% (2013 --2021) dengan angka prevalensi stunting tahun 2021 sebesar 24,4%. Perlu upaya inovasi dalam pencapaian 2,7% pertahun agar mencapai target 14% (target RPJMN) dengan ketepatan intervensi yang dilakukan. Kedua adanya 27 provinsi denga permasalahan akut-kronis menunjukkan adanya upaya Upaya konvergensi harus
sudah mulai menuju kualitas intervensi berimbang di dua intervensi utama yaitu intervensi spesifik dan intervensi sensitif. Ketiga, Antisipasi kedepan dengan meningkatkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu maupun di faskes lainnya, karena prevelensi
underweight (Berat badan menurut Umur) terjadi kenaikan hampir 1%. Ini terdampak adanya pandemic COVID-19 sehingga standar pemantauan pertumbuhan balita ( 8 kali) rendah secara nasional sekitar 39%. Â Dari upaya-upaya terhadap kasus stunting diatas sudah cukup membuat penilaian terhadap kinerja pemerintah bahwasannya pemerintah peduli akan kasus stunting di indonesia dengan memberikan beberapa program baik untuk ibu hamil, bayi dan balita seperti pemeriksaan rutin pada ibu hamil, pemberian vitamin A pada bayi dan balita serta program imunisasi di faskes terdekat.Â