Masih ingat lagu The Calls kan? Lagunya diawali dengan dering telepon, lalu masuk musik menghentak diikuti riang suara para Backstreet Boys. Lagu itu masih aja sesekali terdengar dari kamar tidur Adam, putra pertamaku yang kini sudah SMP. Balik ke The Calls, entah kenapa saya selalu merasa senang dengan dering telepon itu. Lalu saya akan duduk mendengar lagunya sampai selesai. Daripada dicap sok muda sama adam, lebih baik saya beli CD-nya lalu putar lagunya di kamar atau di mobil. Awalnya, isteriku bilang katro, tapi lama-lama dia terbiasa juga dengan The Calls.
Kriii…iing! Telepon meja kerjaku berdering. Sialan, umpatku dalam hati. Siapa sih yang menelpon sepagi ini? Rolexku menunjukkan jam 08.12. Wah, rekor juga saya sudah di kantor sepagi ini.
“Selamat pagi,” bagaimanapun saya harus menjawab dengan sopan.
“Selamat pagi, Pak,” terdengar riang suara Rina sang sekretaris. “Saya Cuma mau mengingatkan Pak, bahwa jam 09.30 nanti ada sidang komisi. Bahan-bahan yang Bapak perlukan sudah saya letakkan di meja.” Mataku menangkap setumpuk berkas di pojok meja. “Tentu saya ingat. Terima kasih.” Aku meletakkan gagang telepon. Huh, sidang komisi, santapan harian. Hari ini kalau tidak salah, komisiku bakal membahas masalah kenaikan harga BBM, tarif listrik dll yang telah membikin heboh masyarakat.
Gimana gak heboh. Orang-orang tumpah ruah di jalanan. Ada mahasiswa, sampai ibu rumah tangga. Yang berdasi sampai kenek omprengan ikutan demo. Mpok-mpok sampai ada yang bawa panci dan wajan. Heboh bin berisik, bikin pusing.
Yang tidak kalah heboh, kawan-kawan saya. Mereka seperti mendapat durian runtuh. Kesempatan popular instant dan nampang di media massa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Saling tuding dan lempar opini makin marak. Padahal kebijakan seperti itu sudah dibahas rame-rame bareng pemerintah. Kok rekan-rekan komisiku malah balik mempersalahkan pemerintah. Tapi, ya dapat dimaklumi. Mereka yang paling sering nongol di media, justru jarang hadir dalam rapat. Kalaupun mereka datang, datangnya udah telat, terus asyik tidur atau baca Koran. Ya… gak dengar apa-apa dong selama rapat komisi.
Kriii…iing! Second call at 08.27. Masih banyak waktu.
“Halo, selamat pagi,” suara baritonku cukup untuk membuat si penelpon menarik gagang telepon menjauh setengah meter dari telinga.
“Selamat pagi pak,” lagi-lagi suara renyah seorang wanita. Pagi yang indah.
Si suara renyah melanjutkan, “Saya Meidy, sekretaris direksi PT Gurih Gaplek. Sebagaimana janji kami minggu lalu, kami akan mengirim jemputan agar Bapak dapat tiba di tempat acara tepat waktu.”
“Acara apa ya, maaf saya kok lupa.” Lupa, termasuk kata yang paling saya benci. Tapi sejak menempati pos di Senayan ini, agenda jadi lumayan padat. Rapat komisi, sidak, kunjungan social, press release, makan malam dengan pejabat, kondangan, pembukaan pameran, peluncuran buku, …