Kematian Wayan Mirna Salihin di Restaurant Olivier (sebagian menyebutnya Cafe) setelah menenggak segelas kopi yang diduga terkontaminasi racun ternyata begitu kuat menarik minta para pewarta untuk terus memberitakannya. Berbagai informasi baru begitu unik dikemas setiap hari seolah sinetron kejar tayang yang bakal terus berseri.
Saya tidak tertarik untuk berpendapat mengenai para pelaku dalam tontonan kali ini. Doa saya semoga Mirna beristirahat dengan tenang meski kepergiannya meninggalkan galau nasional. Setidaknya di layar berita.
Saya lebih tertarik mengulik Vietnamese Coffee yang dihidangkan Olivier Cafe. Sejak pertama mendengarnya, saya sangat penasaran. Maklum saya ini penikmat kopi hitam. Minimal dua gelas minuman dewa ini saya santap setiap hari, pagi dan sore. Teman-teman sekantor pun saya recoki supaya mau minum kopi. Prinsip saya, orang Indonesia itu harus minum kopi...karena negeri kita kaya akan rasa kopi yang mendunia...
Ah, kembali ke Vietnamese coffee racikan Olivier Cafe.
Sungguh saya penasaran sejak pertama kali mendengarnya. Kopi ini ternyata disajikan di salah satu tempat paling ter di Indonesia, yaitu Grand Indonesia di jantung Jakarta. Banyak ulasan yang memuji rasa Vietnamese coffee. Orang-orang merekomendasikannya, termasuk Jessica saat mengajak Mirna ketemuan. Mereka memilih Olivier Cafe, karena kopinya enak, sementara tempat lain tidak, katanya.
Pikiran saya melayang ke utara sana, membayangkan negeri Vietnam... Ternyata negeri itu punya kopi enak juga, pikirku. Kapan-kapan kalau ke Jakarta, mudah-mudahan bisa meneguk secangkir Vietnamese coffee...
02 Februari 2016, rasa penasaran saya akan Vietnemese coffee berubah menjadi kekecewaan...mungkin juga marah. Sejumlah media mengulas fakta bahwa Vietnamese coffee ternyata kopi robusta dari negeri sendiri, tepatnya dari Toraja. Vietnamese coffee bukanlah kopi yang berasal dari Vietnam, tapi Toraja...
Tana Toraja di ketinggian lebih 1500 m dpl memang terkenal akan dua varian kopinya yaitu robusta dan arabika yang digilai penikmat kopi mancanegara. Di luar negeri sana kopi Toraja menduduki posisi bergengsi dalam hal rasa dan harga.Â
Namun ternyata Olivier Cafe tidak percaya diri untuk menjajakan Toraja Coffee dan mengganti namanya dengan Vietnamese coffee. Katanya karena disajikan dengan gaya Vietnam... OMG, semudah itukah mengganti nama suatu produk? Kopi Toraja, diaduk dengan gaya Vietnam kek, disajikan dengan gaya Turki kek, tidakbisa serta merta mengubahnya menjadi kopi Vietnam atau kopi Turki. Sapi Australia diberi makan rumput Jawa bertahun-tahun tidak akan mengubahnya menjadi sapi Jawa. Tetap Sapi Australia. Jambu Bangkok turun temurun di seluruh Indonesia tetaplah jambu Bangkok..
Apapun alasan dibalik penggantian nama ini, yang jelas sangat mengusik rasa Indonesia. Ditengah perjuangan semua elemen bangsa untuk memperkenalkan produk-produk lokal ke tingkat dunia, Olivier Cafe berbalik arah memadamkan semangat itu. Pemilihan nama Vietnamese coffee menggantikan nama Toraja di negerinya sendiri jelas suatu tindakan yang tak patut. Silahkan memberi nama lain, tetapi jangan menggunakan nama negara lain, seolah mereka lebih baik. Saya kira, hingar bingar ini merupakan saat baik juga untuk menggugat nasionalisme Olivier Cafe ditengah semangat Indonesia yang makin grande, Grand Indonesia. Tidak perlu sok global dengan cara mematikan unsur lokal dalam produk jualan.
Mungkin Olivier Cafe tidak tahu betapa kopi Toraja sudah mendunia bersama begitu banyak varian kopi Nusantara. Kalau Vietnamese coffee yang sebenarnya nggak tahu ya. Hanya saja saya tidak bisa membayangkan bila kopi Sidikalang diaduk dengan gaya Kamboja, langsung dinamai Cambodian Coffee, atau kopi Lampung diulek lalu disajikan ala India langsung disebut Indian Coffee. Kopi Bali, kopi Gayo, kopi Jawa mau dinamai apa...?