[caption id="attachment_225941" align="aligncenter" width="552" caption="Plastic Pillars (dok. Adelina)"][/caption] Saat itu waktu menunjukkan pukul 11.30. Seharusnya sih pada jam-jam tersebut, matahari sedang bersiap untuk mengambil tempat tepat di atas kepala. Sudah terbayang bagaimana panas yang terik akan menerjang kulit-kulit yang tidak terbungkus. Tapi Minggu siang kemarin, aku sama sekali tidak merasakan panas itu. Yang ada malah hawa sejuk, bau tanah sisa hujan, dan udara yang sangat segar untuk dihirup. Tebak aku dimana? Aku ada di pusat kota kok. Tidak jauh dari tempatku ada beberapa pusat perbelanjaan dan salah satu terminal terpadat di kota Jakarta. Tapi bagaimana aku bisa memperoleh udara segar itu? Karena saat itu aku sedang duduk di bawah pohon rindang, dimana di sekelilingku terhampar rumput hijau dan aliran sungai kecil yang membuat mata tak bosan-bosan memandang. Aku berada di Taman Langsat, tepatnya di Jalan Langsat, Kebayoran Baru. Taman itu mungkin tidak sepopuler Taman Suropati atau Taman Menteng. Aku pun baru tahu tempat itu bernama Taman Langsat, meskipun rasanya sudah beberapa kali melewatinya. Lokasinya memang agak tertutup karena permukaan tanah yang berupa lembah, sekitar 2 meter lebih rendah dari permukaan jalan raya. Sebulan terakhir, Taman Langsat menjadi salah satu pusat kegiatan Hidden Park, kampanye yang bertujuan untuk menghidupkan kembali fungsi taman dan lahan terbuka. Banyak kegiatan menarik yang diselenggarakan, tujuannya untuk menarik minat warga Jakarta untuk sesekali menghabiskan waktu di lokasi dengan nuansa yang berbeda, tidak melulu pusat perbelanjaan. Dan ternyata, strategi tersebut cukup berhasil, terlihat dari antusiasme masyarakat yang cukup tinggi, termasuk aku. Aku pun akhirnya bisa menyempatkan diri kesana di hari terakhir acara tersebut. Jujur, aku terlalu penasaran dengan nikmatnya bermain di tengah kota tapi bernuansa alam. Memang nikmat kok. Apalagi saat semilir angin menggerakkan angklung-angklung yang tergantung di antara pepohonan, sehingga membuat bambu-bambu itu beradu. Merdu! Banyak pesan yang disampaikan di tempat itu, yang mungkin selama ini tidak kita sadari. Pesan-pesan tersebut disampaikan dalam figur yang menarik, dan selalu ada pesan kecil yang mengikutinya. Salah satunya adalah dalam bentuk sepeda yang bertuliskan pesan, "Cycle on Life is Like Riding a Bicycle. To keep your balance, you must keep moving". [caption id="attachment_225937" align="aligncenter" width="456" caption="Life = Bicycle? (dok. Adelina)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H