Mohon tunggu...
Adellia zahra
Adellia zahra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Pamulang

Saya senang membaca karya fiksi ilmiah dan buku teori" peradaban kuno

Selanjutnya

Tutup

Analisis

All Quiet on the Western Front: Kehidupan dan Kekejaman dalam Perang Parit

9 Januari 2025   13:43 Diperbarui: 9 Januari 2025   13:43 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potongan gambar dari film All Quiet on the Western Front (1930), disutradarai oleh Lewis Milestone dan menampilkan Lew Ayres (kiri)

All Quiet on the Western Front , adalah film Anti perang epik jerman tahun 2022 yang diadaptasi dari novel karya penulis Jerman Erich Maria Remarque , diterbitkan pada tahun 1929 sebagai Im Westen nichts Neues dan di Amerika Serikat sebagai All Quiet on the Western Front. Film ini merupakan adaptasi film ketiga dari buku tersebut, setelah versi tahun 1930 dan 1979. Ditulis bersama, disutradarai, dan diproduksi bersama oleh Edward Berger , film ini dibintangi oleh Felix Kammerer , Albrecht Schuch , Daniel Brhl , Sebastian Hlk, Aaron Hilmer, Edin Hasanovic, dan Devid Striesow. 

didalam sebuah novel, cerita ini mengisahkan anti perang yang berlatar Perang Dunia I , novel ini mengandalkan pengalaman pribadi Remarque dalam perang untuk menggambarkan kekecewaan yang lebih luas di era itu. buku ini merupakan kisah tentang pengalaman Paul Bumer dalam pertempuran dan karier singkatnya sebagai seorang prajurit,dan terutama berkaitan dengan dampak perang terhadap para pemuda. Judulnya, yang menggunakan bahasa komunike rutin, merupakan ciri khas gaya singkatnya yang acuh tak acuh, yang secara grafis mencatat kengerian perang sehari-hari dalam pernyataan yang meremehkan. Penolakannya untuk mengambil sikap eksplisit terhadap perang sangat kontras dengan retorika patriotik yang khas pada saat itu, terutama di Jerman.

Dalam novel All Quiet on the Western Front karya Erich Maria Remarque, perang parit (trench warfare) digambarkan dengan sangat mendalam, mencerminkan kenyataan brutal dan kekejaman Perang Dunia I. 

Trench warfare dalam novel ini menggambarkan betapa brutal dan mengerikannya peperangan tersebut. Parit-parit, yang menjadi tempat berlindung para prajurit, sering kali penuh dengan lumpur, air kotor, serta kondisi yang sangat tidak manusiawi. Para prajurit terjebak dalam pertempuran yang tak ada habisnya, dengan ancaman serangan gas beracun, tembakan, dan ledakan yang terus-menerus. Mereka hidup dalam ketegangan dan ketakutan, di mana kematian bisa datang kapan saja.

Melalui perspektif Paul Bumer, Remarque menunjukkan efek psikologis dari perang, terutama trauma yang dialami oleh para prajurit muda yang masih penuh harapan, tetapi kemudian kehilangan segalanya. Parit-parit menjadi simbol dari kebingungan, keputusasaan, dan kehancuran moral, di mana pertempuran tidak hanya mengancam nyawa, tetapi juga menghapuskan kemanusiaan.

Penjelasan Analisis

Kemanusiaan yang Terkikis oleh Perang

Salah satu tema utama dalam All Quiet on the Western Front adalah bagaimana perang secara sistematis menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Paul Bumer, bersama dengan teman-temannya, terjebak dalam rutinitas kekerasan dan ketakutan yang tak ada habisnya di medan perang. Di tengah-tengah kengerian ini, mereka mulai kehilangan hubungan mereka dengan kehidupan yang lebih luas, termasuk keluarga, pendidikan, dan impian masa depan. Mereka merasa semakin terasing dari dunia luar yang tampaknya tidak lagi relevan.

Sebuah adegan dari All Quiet on the Western Front (1930), disutradarai oleh Lewis
Sebuah adegan dari All Quiet on the Western Front (1930), disutradarai oleh Lewis

Dalam novel ini, parit-parit yang menjadi latar utama ceritanya, menjadi simbol dari ketegangan antara kehidupan dan kematian. Para prajurit yang terjebak di dalam parit itu menghadapi dua pilihan: bertahan hidup dengan mengorbankan kemanusiaan mereka, atau mati dengan mempertahankan sisa-sisa moralitas. Remarque menggambarkan betapa pertempuran di parit bukan hanya sebuah pertempuran fisik, tetapi juga pertempuran batin, yang memperlihatkan dilema moral yang dialami oleh prajurit, yang kehilangan rasa hormat terhadap kehidupan manusia lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun