Greenwashing merupakan istilah untuk sebuah perusahaan yang melakukan praktik tipuan pemasaran melalui pencitraan palsu dari green marketing atau konsep pemasaran yang ramah lingkungan. Praktik greenwashing ini dilakukan untuk menarik lebih banyak minat konsumen. Mengingat masyarakat kini, khususnya para Generasi Z mulai peduli dengan isu-isu lingkungan sehingga lebih tertarik untuk membeli segala produk berlabelkan ramah lingkungan.
Belakangan ramai digaungkan galon sekali pakai yang dinilai ramah lingkungan karena dapat didaur ulang. Nyatanya, galon sekali pakai itu kini hanya jadi sampah hingga menggunung tanpa ada proses daur ulang seperti yang diiming-imingi oleh produsen. Tentunya kasus ini termasuk greenwashing, memasarkan produk galon sekali pakai yang dapat didaur ulang namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa produk galon sekali pakai hanya menimbulkan masalah baru bagi lingkungan.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat mengatakan bahwa tingkat konsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) diperkirakan sebesar 20 miliar liter per tahunnya. Jika satu liter galon berisi 20 liter, makan akan ada 1 miliar galon sekali pakai yang terbuang. Dan jika berat galon kosong dikalikan 799 gram, maka ada 70 ribu ton tambahan sampah plastik per tahun yang dihasilkan galon sekali pakai ini.
Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI), Saut Marpaung beserta Anggota Dewan Pengarah dan Pertumbangan Persampahan Nasional menilai lobi industri yang melakukan praktik greenwashing itu gencar menyampaikan kesal palsu bahkan memberikan informasi yang menyesatkan konsumen tentang produk-produk yang diklaim lebih ramah lingkungan di lapangan.
"Penyesatan opini yang hanya menargetkan pesaing utama mereka sekarang ini, galon sekali pakai sebagai berpotensi menambah persoalan sampah, itu aneh, primitif. Tak bisa ditutupi adanya konflik kepentingan kalau bicara persoalan sampah plastik," ungkapnya mengutip website Suara.com.
Praktik greenwashing yang dilakukan oleh industri-industri ini tentunya dapat merugikan seluruh pihak yang terlibat dalam rantai daur ulang sampah plastik. Saut pun menyatakan bahwa APSI yang turut berpartisipasi menjaga lingkungan dengan melakukan daur ulang sampah plastik pasti akan diragukan dengan fakta palsu terkait galon sekali pakai ataupun kemasan air minum sekali pakai yang mengklaim produknya ramah lingkungan dan dapat didaur ulang.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa sampah plastik berukuran kecil tak memiliki nilai bagi industri daur ulang sehingga sampah-sampah plastik kecil tersebut yang menjadi persoalan serius. Sampah plastik berukuran kecil berpotensi tercecer dan sulit terpungut sehingga menambah tumpukkan sampah. Pun tidak sesuai dengan Permen KLHK No. 75 Tahun 2019 mengenai peta pengurangan sampah dan usaha phasing out kemasan di bawah 1 liter.
Hal ini sudah seharusnya menjadi perhatian serius bagi seluruh industri agar lebih memerhatikan dampak yang ditimbulkan terhadap kerusakan lingkungan. Seluruh industri sudah seharusnya menerapkan konsep sustainable business untuk selalu mengutamakan keselamatan lingkungan dalam proses produksinya. Bukan hanya melakukan kampanye greenwashing dengan mengklaim produknya ramah lingkungan namun faktanya berbanding terbalik dengan yang ada di lapangan.
Karena jika praktik greenwashing ini terus menerus dilakukan, maka akan dianggap kebenaran oleh masyarakat yang cenderung kurang kritis sebelum membeli produk yang dipasarkan. Semoga kita semua bukan salah satu korban dari praktik greenwashing yang dilakukan oleh industri-industri tak bertanggung jawab, ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H