Mohon tunggu...
Adellia Irmanda
Adellia Irmanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Trotoar Lebih Baik untuk Pedagang Kaki Lima, Setuju?

23 Agustus 2024   13:49 Diperbarui: 23 Agustus 2024   18:18 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pedagang kaki lima di trotoar (sumber: kompas.id)

[EKSPOSISI POLEMIK]

Pada minggu pagi yang cerah itu, aku memberhentikan motorku tepat di depan sebuah gerobak Ketoprak favoritku. Semerbak wangi khas bumbu kacang membuat rasa laparku semakin meronta-ronta. Kulirik bangku plastik yang masih kosong di belakang gerobak sebelum akhirnya memesan, "Pakde, Ketopraknya satu, nggih."

Sembari menunggu, aku melihat-lihat keadaan di jalan. Trotoar di sepanjang jalan ini selalu dipenuhi oleh pedagang kaki lima, mulai dari pedagang makanan, pakaian, barang antik, dan lain-lain. Cukup banyak warga yang datang untuk membeli atau hanya sekadar melihat-lihat. Atensiku pada para pedagang itu buyar ketika aku mendengar suara kantong plastik yang dibuka. Ternyata, Ketporakku sudah tengah dibungkus Pakde. Aku merogoh kantong celana piyamaku, tetapi tidak menemukan benda yang kucari. Dompet! Bisa-bisanya aku melupakannya. Dengan cengiran malu, aku meminta izin pada Pakde untuk mengambil dompetku yang tertinggal. Pakde terlihat santai saja. Beliau tentu tidak pernah mencurigai langganannya ini.

Setelah beberapa waktu, aku kembali ke trotoar tempat Ketoprak Pakde berada. Namun, yang kulihat saat itu bukan lagi gerobak Ketoprak warna merah, melainkan mobil angkut bau bensin bercampur keringat yang sangat menusuk. Tidak hanya gerobak Ketoprak Pakde yang menghilang, tetapi dagangan milik para pedagang lainnya pun demikian.  Aku sempat melirik sana-sini, mencari sosok Pakde yang mungkin saja sedang bersembunyi di sekitar.

Bukan kali pertama bagi para pedagang kaki lima untuk diangkut dagangannya oleh Satpol PP. Spanduk yang berisi larangan berjualan pun sudah terpampang jelas sejak jauh hari.  Memang benar, pedagang kaki lima yang berjualan di trotoar mengganggu hak pejalan kaki. Namun, sebenarnya ada berapa banyak, sih, pejalan kaki yang menggunakan trotoar di Indonesia saat ini? Studi Universitas Oxford mengungkapkan bahwa warga Indonesia adalah warga yang paling malas jalan kaki sedunia. Hal ini dapat dibuktikan dengan penuhnya jalanan oleh kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil. Untuk menuju tempat yang berjarak dekat saja, warga Indonesia lebih memilih untuk mengendarai sepeda motor dengan alasan panas. Inilah yang menyebabkan trotoar-trotoar di Indonesia terlihat sepi dari pejalan kaki. Aku pikir, warga tidak akan merasa terganggu dengan adanya pedagang kaki lima di trotoar, karena mereka juga tidak membutuhkannya.

Menurut para pedagang kaki lima, berdagang di trotoar lebih banyak mendatangkan keuntungan. Hal ini dapat terjadi, karena dagangan mereka dapat terlihat oleh banyak pengguna jalan yang berlalu lalang. Para pengguna jalan yang pada awalnya tidak memiliki niat untuk berbelanja, berubah pikiran setelah melihat dagangan-dagangan yang ada di trotoar. Mereka pada akhirnya membeli. Pelarangan PKL untuk berjualan di trotoar dapat memutus sumber pemasukan terbesar mereka, juga memutus pergerakan ekonomi daerah setempat.

Selain itu, warga lebih suka berbelanja di pedagang kaki lima dibandingkan di toko langsung. Hal ini disebabkan biasanya harga-harga dagangan yang dijual oleh pedagang kaki lima memiliki harga yang lebih murah dibandingkan di toko. Akses menuju pedagang kaki lima di trotoar lebih mudah daripada akses menuju toko yang tidak jarang memerlukan biaya parkir. Warga bahkan bisa tidak turun dari kendaraan untuk membeli. Dagangan yang dijual oleh pedagang kaki lima pun biasanya dapat ditawar lebih murah, tidak dengan toko yang harganya sudah dilabeli.

Maka dari itu, pelarangan pedagang kaki lima untuk berjualan di trotoar perlu ditinjau kembali. Pemerintah seharusnya tidak hanya memikirkan kepentingan satu pihak saja, yaitu pejalan kaki, tetapi juga memikirkan kepentingan pedagang kaki lima. Pedagang kaki lima memiliki berbagai alasan yang membuat mereka tetap nekat berjualan di trotoar meskipun sudah ada larangan. Pemerintah perlu membuat sebuah solusi agar pedagang kaki lima tidak kehilangan keuntungannya.

Daftar Pustaka:

Nugraha, F. (2022). Warga Indonesia Peringkat Teratas Paling Malas Jalan Kaki Sedunia. telisik.id. Diambil kembali dari https://telisik.id/news/warga-indonesia-peringkat-teratas-paling-malas-jalan-kaki-sedunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun