Kebijakan iklim internasional telah memasuki babak baru sebagai akibat dari Paris Agreement. Jika sistem lama didasarkan pada komitmen negara maju dan berkembang, lembaga baru dibangun di atas kontribusi nasional dari masing-masing negara. Dibangunnya lembaga baru merupakan salah satu upaya bersama untuk memitigasi perubahan iklim. Rusia di antara negara-negara lain, pada April 2016 menandatangani Paris Agreement.
Implementasi Perjanjian Paris, menurut Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Rusia, Alexander Kozlov akan memberikan dorongan positif bagi modernisasi ekonomi. Kebijakan iklim di Rusia diketahui mulai berkembang terutama melalui partisipasinya di lembaga-lembaga internasional untuk mitigasi perubahan iklim, khususnya, karena adopsi perjanjian multilateral internasional dari United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dan Protokol Kyoto (KP). Dengan ini, pengembangan kebijakan iklim Rusia dapat dibagi menjadi tiga fase utama yang terkait dengan Protokol Kyoto (2004), Keputusan Presiden tentang pengurangan emisi gas rumah kaca (2013), dan Paris Agreement (2015).
Protokol Kyoto merupakan sebuah trigger pertama bagi Rusia untuk memasukkan isu-isu iklim ke dalam agenda politik pemerintahannya. Rusia menandatangani Protokol Kyoto pada tahun 1999, tetapi meratifikasinya pada tahun 2004. Mulai saat itu, perjanjian tersebut mulai berlaku pada tahun berikutnya. Proses ratifikasi memakan waktu yang cukup lama disebabkan oleh perdebatan politik yang intens mengenai untung rugi yang akan Protokol Kyoto bawa bagi perekonomian Rusia.
Setiap negara, di bawah Protokol Kyoto, memiliki komitmen untuk mengurangi atau tidak melebihi emisi gas rumah kaca pada tahun 2008-2012, yaitu pada periode komitmen pertama Protokol Kyoto, jika dibandingkan dengan tingkat tahun 1990. Bagi Rusia, hal ini bukan masalah besar karena pada saat penandatanganan, emisi jauh lebih rendah daripada tahun 1990 karena krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998, secara signifikan memperlambat pertumbuhan industri. Dengan demikian, Rusia memiliki jumlah unit emisi terbesar dengan hak untuk menjualnya di pasar internasional. Namun, para penentang ratifikasi menunjuk pada tujuan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk menggandakan PDB dalam dekade berikutnya. Dalam konteks ini, ratifikasi Protokol dapat membatasi pertumbuhan industri dan mengarah pada situasi di mana Rusia sendiri mungkin terpaksa membeli kuota emisi. Potensi manfaat lebih besar, daripada risiko yang mungkin terjadi dan Rusia meratifikasi Protokol Kyoto, sehingga memberikan kontribusinya pada pengembangan kebijakan iklim internasional.
Partisipasi Rusia dalam periode komitmen pertama Protokol Kyoto selama tahun 2008 sampai 2012, memungkinkan perdagangan langsung kuota emisi serta pembiayaan proyek pengurangan emisi di negara lain. Namun, karena persetujuan aturan pelaksanaan proyek memakan waktu lebih dari tiga tahun, perusahaan Rusia dapat mengambil manfaat dari proyek bersama selama satu setengah tahun. Selama periode ini, Rusia mampu menjual 238 juta ton CO2-eq. dengan harga rata-rata USD 10 per ton.
Keputusan Presiden mengenai pengurangan emisi gas rumah kaca yang diadopsi pada tahun 2013 menetapkan target nasional untuk pengurangan emisi gas rumah kaca yang selanjutnya akan mulai berkontribusi pada langkah nyata pertama ke arah ini. Tujuan yang ditetapkan oleh keputusan tersebut memiliki tujuan untuk mengurangi tingkat emisi dari tahun 1990 ke tingkat 75% pada tahun 2020. Namun, pada kenyataannya target ini menuai banyak kritik dari para ahli, terutama oleh komunitas ahli, karena tingkat emisi Rusia pada 2012 sebesar 68,2%. Dengan demikian, pada kenyataannya target yang ditetapkan ini meninggalkan kemungkinan untuk meningkatkan emisi jika terjadi pertumbuhan ekonomi yang kuat.
Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, rencana implementasi yang menyebutkan langkah-langkah utama pengurangan emisi diadopsi pada bulan April 2014. Ini meliputi tiga elemen utama, yaitu pembentukan sistem pemantauan GRK, penilaian potensi pengurangan dan pengembangan langkah-langkah pemerintah untuk mengatur tingkat emisi. Mengikuti rencana implementasi, dua keputusan pemerintah diadopsi pada tahun 2015. Dokumen tersebut menggambarkan langkah-langkah lebih lanjut dan proses implementasi itu sendiri.
Beralih ke fase, kesepakatan iklim yang baru diadopsi pada konferensi UNFCCC di Paris pada 12 Desember 2015. Sebelumnya, Protokol Kyoto memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi GRK hanya untuk negara maju. Hal itu sejalan dengan status ekonomi global pada tahun 1990-an. Namun, seiring berjalannya waktu dan sejalan dengan pesatnya globalisasi, negara berkembang mempunyai tanggung jawab atas 60% emisi global dan untuk menjaga pemanasan global pada tingkat 2 derajat diperlukan adanya tindakan kolektif.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, saat berbicara di sesi ke-70 Majelis Umum PBB pada 28 September 2015, memberikan perhatian khusus pada masalah perubahan iklim global, dengan mengatakan bahwa Rusia berencana pada tahun 2030 akan membatasi tingkat emisi gas rumah kaca hingga 70-75% dibandingkan dengan tahun 1990, yang akan menjadi kontribusi untuk memperlambat perubahan iklim global. Lebih lanjut, diperlukan pendekatan kualitatif baru untuk rencana ini berhasil.
Perjanjian Paris didasarkan pada pendekatan “bottom-up” baru, yang menyiratkan bahwa negara-negara itu sendiri yang menentukan kewajiban dan target untuk mengurangi emisi GRK di tingkat nasional dan mengembangkan rencana adaptasi. Kemudian, target nasional harus diserahkan ke UNFCCC dan akan dipertimbangkan sebagai kontribusi untuk aksi global mitigasi perubahan iklim.
Agenda kebijakan iklim Rusia telah dipengaruhi oleh perkembangan perjanjian iklim internasional, yang memicu perdebatan domestik dan pengembangan undang-undang terkait. Meskipun kebijakan iklim Rusia muncul pada kecepatan yang lebih lambat daripada daripada negara-negara lain, kemajuan penting telah dicapai dalam enam belas tahun terakhir. Selain itu, pemahaman Rusia tentang potensi ancaman dan risiko yang berasal dari perubahan iklim terus berkembang mengikuti zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H