Mohon tunggu...
Adella Diva Rahmadian
Adella Diva Rahmadian Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia | UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

A dreamer

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Things Left Behind: Hal-hal yang Dapat Dipelajari dari Mereka yang Telah Menjumpai Kematian

28 Oktober 2022   14:40 Diperbarui: 28 Oktober 2022   14:55 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel Things Left Behind. Illustration by: Adella Diva Rahmadian

Menurut penulis, kualitas hidup seseorang ditentukan oleh kemampuannya. Jika kemampuan orang itu tak mampu memberikan kemajuan dalam hidup, maka orang itu telah gagal. Orang itu menjadi orang yang gagal, terlupakan oleh orang-orang sekitar, dan tertinggal dari dunia yang semakin bergerak pesat. Kepercayaan dalam dirinya mulai sirna, begitu juga dengan semangat hidupnya. Lalu ia menjadi seorang penyendiri yang tertutup hingga akhirnya meninggal dalam kesepian. Itulah kematian dalam kesepian tanpa seorang pun mendampingi. Narasi tersebut sangat menggambarkan pria paruh baya itu. Karena cedera di kakinya, ia menjadi tak berdaya untuk memajukan kondisi ekonominya. Dia kehilangan semangat hidup, memilih tempat tinggal yang berjarak jauh dengan rumah anaknya, minum minuman keras sepanjang hari, mengkonsumsi makanan tak bergizi, dan tak meminta bantuan kepada siapapun. Semua itu disebabkan oleh hilangnya semangat hidup dalam diri pria itu.

Kesepian juga menyebabkan manusia untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. Di Korea sendiri, bunuh diri menjadi faktor dominan yang menyebabkan kematian seseorang. Kasus bunuh diri di Korea telah mencapai angka yang memprihatinkan. Dari banyak kasus yang ditemui oleh Sae Byul, kematian akibat bunuh diri disebabkan karena adanya faktor tekanan, cinta, pekerjaan, depresi sehingga menyebabkan hilangnya semangat hidup, hancurnya keluarga, merasa tak berguna, kecemasan yang berlebih terhadap hidup yang dijalaninya, serta kegagalan mereka dalam mencapai tujuan hidup yang mereka sebut sebagai 'kesuksesan'.

Bagi mereka yang kehilangan semangat hidup, kematian adalah solusi terbaik, namun nyatanya tidak ada yang baik atau buruk, demikian pula hidup dan mati. Padahal, ibarat sampah tetaplah sampah dan bunga tetaplah bunga, sampah dianggap menjijikan dan bunga dianggap indah, anggapan itu karena prasangka kita belaka. Kematian adalah bagian dari skenario alam semesta, suatu saat ia akan datang dan itu adalah hal yang pasti. Hal yang perlu kita persiapkan adalah hidup dengan baik dan menciptakan kehidupan dengan baik. 

Kehidupan yang baik akan didapatkan jika kita saling mengasihi, baik mengasihi diri sendiri maupun mengasihi orang lain. Ketika kita mampu mengasihi diri sendiri, maka akan lebih mudah bagi kita untuk berdamai dengan segala keadaan, sebab kita yakin bahwa diri ini berharga dan tak ternilai, tidak akan adil jika kita rela mengorbankan diri sendiri hanya karena keadaan. Kita berharga, oleh karena itu kita berhak mempertahankan dan memegang kendali hidup ini. Seperti kutipan dalam buku ini, "Jika kamu mempunyai keberanian untuk mengakhiri hidupmu sendiri, jalanilah hidupmu dengan keberanian itu."

Dari novel ini kita belajar untuk lebih peduli dengan lingkungan dan orang-orang di sekitar kita, betapa hal kecil yang sering dianggap sederhana dapat memberikan pengaruh besar terhadap mereka yang merasa seorang diri. Sesederhana bertanya, "apa kabar?", "gimana harimu?", "kamu hebat", "sudah makan belum?", tanpa kita sadari kalimat-kalimat di atas nyatanya mampu menyelamatkan hidup orang lain. Melalui novel ini, penulis berharap bahwa kita lebih menghargai orang-orang di sekitar kita dan menemukan makna hidup yang sejati, sehingga kita dapat mensyukuri hidup kita dan hidup orang-orang yang kita kasihi. Aku, kamu, dan kalian semua adalah orang-orang yang berharga. Yakinlah bahwa ada yang bersyukur karena kita masih ada di dunia, hanya saja kita tak mengetahui hal itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun